TUGAS ISBD
MANUSIA, MORALITAS, DAN HUKUM

OLEH KELOMPOK 14 :
1.
Rizki Hasmi
2.
Rachmat
Dirgayuda Irfani
3.
Rafsyanjani
4.
Septani Nirmala Sari
5.
Nurjani
6.
Nurul Suryatni
7.
Nur Fitria Farida
8.
Pajria Andriani
TEKNIK PERTANIAN
TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan
kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan nikmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Manusia, Moralitas, dan Hukum.” Tidak lupa
shalawat serta salam kami ucapkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad
SAW.
Penulisan makalah ini
adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah ISBDdi Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas
Mataram.
Dalam penulisan makalah
ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :
1.
Bapak Prof. Ir. H.
Sunarpi, Ph.D. Selaku Rektor Universitas Mataram serta segenap jajarannya yang
telah memberikan kemudahan-kemudahan baik berupa moril maupun materiil selama
mengikuti perkuliahan di Universitas Mataram.
2.
Bapak Prof. Ir. Eko
Basuki, M.App. Sc. Ph. D. Selaku Dekan fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri Universitas Mataram.
3.
Bapak Ir. Cahyawan Catur
Edi Margana, M.Eng. Selaku ketua program studi teknik pertanian Universitas
Mataram.
4.
Bapak Dr. Hamidsyukrie Zm, M.Hum Selaku Dosen
pembimbing mata kuliah ISBD yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian
penyusunan makalah ini.
5.
Rekan-rekan semua di
program studi Teknik Pertanian angkatan 2012.
6.
Secara khusus kami
menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan
dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada kami, baik selama
mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya kami berharap
semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan
bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa
Robbal ‘Alamiin.
Hormat Penulis
Kelompok 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pendidikan pada
hakikatnya adalah upaya untuk menjadikan manusia berbudaya.Budaya dalam
pengertian yang sangat luas mencakup segala aspek kehidupan manusia, yang
dimulai dari cara berpikir,bertingkah laku sampai produk-produk berpikir
manusia yang berwujud dalam bentuk benda (materil)maupun dalam bentuk sistem
nilai (in- materil).
Pergaulan antar umat di
dunia yang semakin intensif akan melahirkan budaya-budaya baru, baik berupa
pencampuran budaya, penerimaan budaya oleh salah satu pihak atau keduanya,
dominasi budaya, atau munculnya budaya baru.Keseluruhan proses ini tentu saja
dipengaruhi oleh proses pendidikan di masyarakat.
Pemunculan kebudayaan
baru tidak sepenuhnya memberikan efek positif terhadap perkembangan suatu
bangsa, tetapi ada juga yang berdampak negative. Untuk menghindari
hal-hal negatif dari suatu kebudayaan baru, diperlukan berbagai upaya untuk
mengadakan saringan kebudayaan yang dianggap paling tepat untuk diterapkan .
Oleh karena , pemahaman terhadap kebudayaan menjadi penting bagi seorang
pendidik agar pendidik memahami secara persis kebudayaan dan pengaruhnya
terhadap perkembangan masyarakat.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Manusia?
2. Apakah yang dimasud dengan Moral dan Moralitas?
3. Apakah yang dimaksud dengan Hukum?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu”
(Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk
ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan,
manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari
satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal
(geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir, ia
merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis,
menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana
timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk
membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat
hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari
lingkungan manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada
individu lain. Ia belajar berjalan,belajar makan,belajar berpakaian,belajar
membaca,belajar membuat sesuatu dan sebagainya,memerlukan bantuan orang lain
yang lebih dewasa.
Malinowski(1949), salah satu tokoh ilmu Antropologi
dari Polandia menyatakan bahwa ketergantungan individu terhadap individu lain
dalam kelompoknya dapat terlihat dari usaha-usaha manusia dalam memenuhi
kebutuhan biologis dan kebutuhan sosialnya yang dilakukan melalui perantaraan
kebudayaan.Rasa aman secara khusus tergantung kepada adanya system perlindungan
dalam rumah,pakaian dan peralatan. Perlindungan secara umum, dalam pengertian
gangguan/kelompok lain akan lebih mudah diwujudkan kalau manusia berkelompok.
Untuk menghasilkan keamanan dan kenyamanan hidup berkelompok ini, diciptakan
aturan-aturan dan kontrol-kontrol social tentang apa yang boleh dan yang
tidak boleh dilakukan oleh setiap anggota kelompok. Selain itu ditentukan pula
siapa yang berhak mengatur kehidupan kelompok untuk tercapainya tujuan bersama.
2.2 Pengertian Moral
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang
berarti adat kebiasaan.Kata mores ini mempunyai sinonim mos,moris,manner mores
atau manners,morals.Dalam bahasa Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa
Arab)atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib
hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.Kata moral
ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis
,etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum tentang
sikap,perbuatan,kewajiban,dan sebagainya.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang
berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa
melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai
implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari
sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di
sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh
sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan
seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang
itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat
diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai
mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari
budaya dan Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat
abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan
sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.
2.3 Pengertian Hukum
Disamping adat istiadat tadi ,ada kaidah yang
mengatur kehidupan manusia yaitu hukum, yang biasanya dibuat dengan
sengaja danmempunyai sanksi yang jelas.Hukum dibuat dengan tujuan untuk
mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian diantara wrga masyarakat
dan system social yang dibangun oleh suatu masyarakat.Pada masyarakat modern
hukum dibuat oleh lembaga – lembaga yang diberikan wewenang oleh rakyat.
Keseluruhan kaidah dalam masyarakat pada intinya
adalah mengatur masyarakat agar mengikuti pola perilaku yang disepakati oleh
system social dan budaya yang berlaku pada masyarakat tersebut. Pola-pola
perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama
dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.Setiap tindakan
manusia dalam masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku masyarakat
tadi.Pola perilaku berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak
seseorang yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Pola
perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila
seseorang berhubungan dengan orang lain, dinamakan social organization.
2.4 Hubungan Manusia dengan Moral
Moral memiliki arti yang hampir sama dengan etika.
Etika berasal daribahasa kuno yang berarti ethos dalam bentuk tunggal ethos
memiliki banyak artiyaitu tempat tinggal biasa, padang rumput, kebiasaan, adat,
watak sikap , dan caraberfiki. Dalam bentuj jamak ethos (ta etha) yang artinya
adat kebiasaan. Moralberasal dari bahsa latin yaitu mos (jamaknya mores) yang
berarti adat, cara, dantampat tinggal. Dengan demikian secara etismologi kedua
kata tersebut bermaknasama hannya asal uasul bahasanya yang berbeda dimana
etika dari bahasa yunanisementara moral dari bahasa latin.
Moral yang pengertiaannya sama dengan etika dalam
makna nilai-nilaidan orma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok dalammengatur tingkah lakunya. Dalam ilmu filsafat moral banyak unsur
yang dikajisecara kritis, di landasi rasionalitas manusia seperti sifat hakiki
manusia, prinsipkebaikan, pertimbangan etis dalam pengambilan keputusan
terhadap sesuatu dansebagainya. Moral lebih kepada sifat aplikatif yaitu berupa
nasehat tentang hal-halyang baik.
2.5 Hubungan Manusia dengan Hukum
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan,
mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidup manusia tanpa atau di
luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang
tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan
adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini
bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan
mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan
hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula
atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak
bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang
berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya).
Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang
bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai
“semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang
berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.Untuk mewujudkan
keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan
(organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial
(social order) yang bernama: masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan
tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata
pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).
2.6 Hubungan Moral dengan Hukum
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat
sekali. Ada pepatah roma yang mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa
artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas?). Dengan demikian hukum
tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum
harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus
diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum
hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam
masyarakat.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat,
namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya ‘mungkin’ ada
hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang
berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral. Untuk itu dalam konteks
ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan
hukum.Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa
moralitas hukum tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian
perbedaan antara hukum dan moral sangat jelas.
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
- Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas,
artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh
karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding
dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya
lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang
yang harus dianggap utis dan tidak etis.
- Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku
manusia, namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral
menyangkut juga sikap batin seseorang.
- Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan
sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat
dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa
dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan
etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas
hanya hati yang tidak tenang.
- Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan
akhirnya atas kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari
negara seperti hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh negara
supaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral
yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau
dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak
dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan
tidak sebaliknya.
Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan
moral :
- Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar
yuridis, konsesus dan hukum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
- Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom
(datang dari luar diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang
dari diri sendiri).
- Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah
dapat dipaksakan,
- Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis.
moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri
sendiri.
- Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan
manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan
manusia sebagai manusia.
- Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung
pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung
pada tempat dan waktu (1990,119).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia, moral dan hukum adalah suatu hal yang
saling berkaitan dan saling menunjang. Sebagai warga negara kita perlu
mempelajari, menghayati, dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai moral dan hukum
agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.
3.2 Saran
Penegakan hukum harus memperhatikan keselarasan
antara keadilan dan kepastian hukum. Karena, tujuan hukum antara lain adalah
untuk menjamin terciptanya keadilan (justice), kepastian hukum (certainty of
law), dan kesebandingan hukum (equality before the law).Penegakan hukum-pun
harus dilakukan dalam proporsi yang baik dengan penegakan hak asasi manusia.
Dalam arti, jangan lagi ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif,
menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif gender. Penegakan hukum jangan
dipertentangkan dengan penegakan HAM. Karena, sesungguhnya keduanya dapat
berjalan seiring ketika para penegak hukum memahami betul hak-hak warga negara
dalam konteks hubungan antara negara hukum dengan masyarakat sipil.
Wibu anzenk
ReplyDelete