LAPORAN
TETAP
PRAKTIKUM KIMIA DASAR II
OLEH
:
Rizki Hasmi (J1B012115)
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2013
ACARA I
LARUTAN BUFFER
A.
Pelaksanaan
Praktikum
1. Tujuan Praktikum :Untuk
mempelajari larutan buffer sederhana dan
menghitung
pH larutan buffer.
2.
Tanggal Praktikum : Jumat, 7 Juni 2013
3. Tempat Praktikum : Laboratorium Kimia Dasar Lantai III Fakultas
Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Mataram.
B. Landasan
Teori
Larutan penyangga (buffer) adalah larutan yang dapat
menjaga (mempertahankan) pHnya dari penambahan asam, basa, maupun pengenceran
oleh air. pH larutan buffer tidak berubah (konstan) setelah penambahan sejumlah
asam, basa, maupun air. Larutan buffer mampu menetralkan
penambahan asam maupun basa dari luar. Secara umum,
larutan penyangga digambarkan sebagai campuran yang terdiri dari Asam lemah
(HA) dan basa konjugasinya (ion A-), campuran ini menghasilkan
larutan bersifat asam. Basa lemah (B) dan basa konjugasinya (BH+),
campuran ini menghasilkan larutan bersifat basa. Komponen larutan penyangga terbagi menjadi:
1.
Larutan
penyangga yang bersifat asam
Larutan ini
mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Untuk mendapatkan larutan ini
dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari
asamnya. Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu
basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan
menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang
bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium, kalium,
barium, kalsium, dan lain-lain.
2.
Larutan
penyangga yang bersifat basa
Larutan ini
mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini
dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat.
Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu
asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih (Adom, 2009 : 5).
Larutan buffer atau larutan penyangga adalah larutan yang
harga pH nya tidak berubah dengan penambahan sedikit asam, basa, atau air. Larutan
penyangga dapat dibedakan atas larutan penyangga asam dan larutan penyangga
basa. Larutan penyangga asam mempertahankan pH pada daerah asam (pH <7 ),
sedangkan larutan penyangga basa mempertahankan pH pada daerah basa (pH >
7). Larutan penyangga asam mengandung suatu asam lemah dan basa konjugasi
sedangkan ;larutan penyangga basa mengandung suatu basa lemah dan asaam
konujugasi(Sunardi, 2006 :
34).
Cara kerja larutan penyangga :
Telah disebutkan bahwa larutan penyangga mengandung
komponen asam dan basa dengan asam dan basa konjugasinya, sehingga dapat
mengikatbaik ion H+ maupun ion OH-. Sehingga penambahan
sedikit asam kuat atau basa kuat tidak mengubah pHnya secara signifikan. Berikut
ini cara kerja larutan penyangga:
1.
Larutan penyangga asam
Contoh
: CH3COOH dengan CH3COONa ; H2CO3
dengan NaHCO3 ; dan NaHCO3 dengan Na2CO3
Adapun cara kerjanya
dapat dilihat pada larutan penyangga yang mengandung ; H2CO3 dan
HCO3- yang mengalami kesetimbangan. Dengan proses sebagai berikut:
Pada
penambahan asam
Penambahan
asam (H+) akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Dimana ion H+
yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion HCO3- membentuk
molekul H2CO3.
HCO3- (aq)
+ H+(aq) → H2CO3
(aq)
Pada penambahan basa
Jika
yang ditambahkan adalah suatu basa, maka ion OH- dari basa itu akan
bereaksi dengan ion H+ membentuk air. Hal ini akan menyebabkan
kesetimbangan bergeser ke kanan sehingga konsentrasi ion H+ dapat
dipertahankan. Jadi, penambahan basa menyebabkan berkurangnya komponen asam (H2CO3),
bukan ion H+. Basa yang ditambahkan tersebut bereaksi
dengan asam H2CO3 membentuk ion HCO3-
dan air.
H2CO3
(aq) + OH-(aq)
→ HCO3- (aq) + H2O(l)
2.
Larutan penyangga basa
Contoh : NH4OH dengan NH4Cl
Adapun cara kerjanya
dapat dilihat pada larutan penyangga yang mengandung NH3 dan NH4+
yang mengalami kesetimbangan. Dengan
proses sebagai berikut:
Pada
penambahan asam
Jika
ditambahkan suatu asam, maka ion H+ dari asam akan mengikat ion OH-.
Hal tersebut menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, sehingga konsentrasi
ion OH- dapat dipertahankan. Disamping itu penambahan ini
menyebabkan berkurangnya komponen basa (NH3), bukannya ion OH-.
Asam yang ditambahkan bereaksi dengan basa NH3 membentuk ion NH4+.
NH3 (aq) + H+(aq)
→ NH4+ (aq)
Pada penambahan basa
Jika
yang ditambahkan adalah suatu basa, maka kesetimbangan bergeser ke kiri,
sehingga konsentrasi ion OH- dapat dipertahankan. Basa yang
ditambahkan itu bereaksi dengan komponen asam (NH4+), membentuk
komponen basa (NH3) dan air.
NH4+ (aq) + OH-(aq)
→ NH3 (aq) + H2O(l) (Farx,
2011 : 2).
Sifat-sifat larutan penyangga yaitu nilai Ka selalu tetap
pada suhu tetap sedangkan [H+] bergantung pada [HA] dan [MA].
Berdasarkan eksperimen perbandingan [HA] dan [MA] berada dalam rentang dan
mempunyai pH paling stabil jika [HA]/[MA] = 1, sehingga [H+] = Ka
atau pH = pKa. PH larurtan penyangga baik asam maupun
basa dapat ditulis :
v Untuk
asam
[H+] = Ka x
pH = - Log ( Ka x
)
= - Log Ka – Log
Atau :
pH = pKa - Log
v Untuk
basa
[OH-] = Kb x
Atau :
pOH = pKb - Log
pH = 14 – pOH
Dengan keterangan :
Ka = tetapan ionisasi asam lemah
Kb =
tetapan ionisasi basa lemah
A =
jumlahmol asam lemah
b =
jumlah mol bas lemah
(Achmad, 2001 : 91).
Larutan penyangga
digunakan secara luas dalam kimia analitis, biokimia, bakteriologi, fotografi,
industri kulit, dan zat warna.Terutama dalam biokimia dan bakteriologi
diperlukan rentang pH tertentu yang sempit untuk mencapai hasil optimum. Kerja
suatu enzim, tumbuhnya kultur bakteri, dan proses biokimia lainnya sangat
sensitif terhadap perubahan pH. Cairan tubuh, baik cairan intrasel maupun
cairan luar sel merupakan larutan penyangga, yaitu pasangan dihidrogen fosfat-monohidrogenfosfat
( H2PO4- - HPO42- ). Sistem
reaksi ini bereaksi dengan asam dan basa (Michel,
2006 : 102 ).
C.
Alat
dan Bahan Praktikum
1. Bahan
Praktikum
- Larutan CH3COOH 0,1 M - Larutan NH4OH 0,1 M
- Larutan HCL 0,1 M - Larutan NaOH 0,1 M
2. Alat
Praktikum
-
Beaker gelas
-
Gelas ukur
-
Pipet tetes
-
pH meter
-
Rak tabung reaksi
-
Tabung reaksi
D. Skema
Kerja
+ 50 ml CH3COOH 0,1 M
+ 25 ml NaOH 0,1 M
- Amati
-
|
+ 10 ml NH4OH 0,1 M
+ 5 ml HCl 0,1 M
- Amati
-
|
+ 1 ml larutan buffer basa (dari hasil
percobaan)
|
Tabung reaksi II
|
Tabung reaksi
I
|
+ 1 ml Aquades
+ 2 tetes indikator
+ 2 tetes indikator fenolptalein
fenolptalein
- Amati
- Amati
Hasil
|
Hasil
|
E. Hasil
Pengamatan Dan Analisis Data
a. Hasil Pengamatan
1.
Pembuatan larutan buffer
Beaker
|
Hasil
|
||
PH
meter
|
PH
perhitungan
|
Jenis
larutan buffer
|
|
I
|
5
|
5
|
Asam
|
II
|
10
|
9
|
Bassa
|
2. Pengaruh
pengenceran
Tabung
|
Hasil
|
||
Larutan
buffer
|
+
aquades
|
Warna
setelah ditambahkan indikator
|
|
I
|
1
ml
|
+
1 ml aquades
|
Ungu terang
|
II
|
1
ml
|
Tanpa
penambahan
|
Ungu pekat
|
b.
Analisis Data
Ø Perhitungan
beaker I
Diketahui :
CH3COOH 0,1 M sebanyak 1 ml
NaOH sebanyak 1 ml
mmol CH3COOH = 1
ml x 0,1 M = 0,1 mmol
mmol NaOH = 1 ml x 0,1 M = 0,1 mmol
Reaksinya :
Mula-mula :
0,1 0,1 -
Setimbang
: 0,1 - 0,1
pH = pKa + log
=
5 + log
= 5 + log 1
= 5
Ø Perhitungan
beaker II
Diketahui :
NH4OH 0,1 M sebanyak 1 ml
HCL 0,1 M sebanyak 1 ml
Mmol NH4OH = 1 ml x 0,1 = 0,1
mmol
Mmol HCL =
1 ml x 0,1 = 0,1 mmol
Reaksinya :
Mula-mula : 0,1 0,1 -
Setimbang
:
0,1 - 0,1
pOH = pKb
+ log
= 5 + log 1
= 5
pH = pKw - pOH
= 14 - 5
= 9
F. Pembahasan
Pada praktikum ini dibahas tentang larutan buffer , Untuk
mengetahuinya pada percobaan pertama dengan menambahkan larutan asam cuka dan
natrium hidroksida yang menghasilkan reaksi sebagai berikut :
CH3COOH yang bersifat asam lemah dengan konsentrasi
0,1 M dengan volume 1 ml direaksikan dengan 1 ml NaOH yang bersifat basa kuat
dengan konsentrasi 0,1 M. Setelah itu pH larutan diukur dengan menggunakan pH meter dan menunjukkan pH larutan adalah 5. Pada
reaksi tersebut, sebenarnya larutan buffer dibuat dari asam lemah dengan
garamnya yang berasal dari asam kuat atau basa lemah dengan garamnya yang
berasal dari Basa kuat. Larutan buffer dapat mempertahankan pH karena dalam
larutan larutan natrium asetat dapat berdisosiasi dengan sempurna. Tetapi,
disosiasi asam asetat dapat diabaikan
Karena adanya ion – ion asetat dalam jumlah banyak yang
berasal dari disosiasi natrium asetat akan bergeser kesetimbangannya ke ruas
kiri ke dalam pembentukan asam asetat yang tidak berdisosiasi. Larutan demikian
akan memiliki pH tertentu dan juga baik sekali dalam mempertahankan pH jika
ditambahkan asam atau basa dalam jumlah banyak. Jika ion hidrogen (asam kuat)
ditambahkan akan membentuk asam asetat yang tidak berdisosiasi.
CH3COO- + H+ →
CH3COOH
Oleh karena itu, konsentrasi ion hidrogen tidak berubah,
tetapi bahwa jumlah ion asetat akan berkurang sedangkan jumlah asam asetat yang
tidak berdisosiasi bertambah. Disisi lain, apabila ditambahkan ion hidroksil
(OH-), ion hidroksil akan bereaksi dengan asam asetat.
CH3COOH + OH- → CH3COO- +
H2O
Dengan demikian, konsentrasi ion hidrogen (dan hidroksil)
tidak akan berubah, tetapi jumlah asam asetat akan berkurang sedangkan jumlah
ion asetat akan bertambah. Maka, dari prinsip inilah dikatakan bahwa larutan
penyangga dapat menunjukkan ketahanan terhadap asam maupun basa. Hal ini
membuktikan bahwa CH3COOH bisa mempertahankan pH meskipun telah
ditambahkan sedikit larutan basa. Hal ini juga dibuktikan dengan metode
perhitungan yang menghasilkan harga pH sebesar 5. Jadi, larutan buffer ini bersifat
asam.
Pada percobaan berikutnya, NH4OH sebanyak 100
ml dengan konsentrasi 0,1 M ditambahkan dengan 1 ml HCl dengan konsentrasi 0,1
M, menghasilkan persamaan reaksi sebagai berikut:
Setelah diukur dengan menggunakan pH larutan tersebut
dengan menggunakan pH meter menunjukkan harga pH sebesar 10 . Hal ini
menunjukkan bahwa larutan tersebut bersifat basa. Sifat tersebut juga
dibuktikan dengan metode perhitungan dengan menghasilkan harga pH sebesar 9.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa NH4OH dapat mempertahankan sifat
basanya walaupun ditambahkan dengan larutan HCl yang bersifat asam.
Pada percobaan ketiga, diambil larutan buffer yang
bersifat basa dari hasil percobaan. Kemudian, dituangkan kedalam dua buah
tabung reaksi yang berlainan masing-masing
diberikan 1 ml. Setelah itu, pada salah satu tabung reaksi tersebut di
tambahkan 1 ml aquades, kemudian ditambahkan indikator fenolftalein pada kedua
tabung reaksi tersebut dan menghasilkan warna yang sedikit berbeda. Pada tabung
reaksi yang ditambahkan dengan 1 ml aquades menghasilkan warna ungu terang dan
sedangkan pada tabung reaksi yang tidak ditambahkan aquades menghasilkan warna
ungu pekat. Pada percobaan ketiga ini menunjukkan bahwa larutan tersebut dapat
mempertahankan pH dan sifat basanya walaupun telah ditambahkan dengan sedikit aquades.
G. Kesimpulan
1.
Pengukuran
menggunakan pH meter dengan perhitungan biasa kadang akan dihasilkan pH yang
berbeda karena dipengaruhi oleh adanya kesalahan teknis pada pengaturan pH
meter dan juga kesalahan dalam pembacaan nilai pH larutan pada pH meter.
2.
Pada
larutan buffer asam pH nya
saat diuji menggunakan pH meter adalah 5 dengan perhitungan
biasa juga pH nya 5. Sedangkan larutan basa menggunakan pH meter pH nya 10 dan dengan
perhitungan biasa 9.
3.
Larutan
NH4OH bila diencerkan dengan sedikit aquades warnanya
ungu terang dan jika tidak ditambahkan aquades warnanya ungu pekat.
ACARA
II
SISTEM
KOLOID
A.
Pelaksanaan
Praktikum
a.
Tujuan
Praktikum : Untuk mengetahui proses terjadinya koagulasi,
peptisasi, dan
flokulasi.
b.
Tanggal praktikum : Selasa, 22 Mei 2012
c. Tempat : Laboratorium Kimia Dasar Lantai III Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Mataram
B. Landasan
Teori
Koloid adalah suatu
bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan suspensi. Koloid
merupakan sistem heterogen dimana suatu zat didispersikan kedalam
suatu media yang homogen. Ukuran zat yang dapat didispersikan berkisar dari satu
nanometer (nm) sampai satu micrometer (µm). Contohnya yaitu
sabun, susu, santan, jeli, selai, mentega dan mayonnaise. Sistem koloid terdiri
atas dua fase yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi (Michel, 2006 : 16).
Ada beberapa macam
koloid yaitu aerosol yaitu suatu sistem koloid jika padat atau cair terdispersi
dalam gas, contohnya debu, kabut dan awan. Sol merupakan suatu sistem koloid jika partikel padat
terdispersi dalam zat cair. Emulsi merupakan suatu sistem koloid
jika partikel cair terdispersi dalam cair. Gel adalah koloid liofil yang setengah
kaku. Gel terjadi jika medium pendispersi diabsorbsi oleh partikel koloid
sehingga terjadi koloid yang agak padat. Larutan sabun dalam air yang pekat dan
panas dapat berupa cairan tapi jika dingin membentuk gel yang kaku. Jika
dipanaskan akan cair lagi (Arifin, 2009 :
42).
Koloid memiliki
beberapa sifat anatra lain efek tyndall, adalah peristiwa penghamburan
cahaya oleh partikel-partikel koloid. Koagulasi adalah penggumpalan
partikel-partikel koloid yang digunakan pada proses industri diantaranya
pada pengolahan karet dan bahan mentahnya dengan menambahkan asam asetat,
proses penjernihan air dengan tawas (Al(SO2)3). Gerak
Brown adalah gerakan partikel-partikel koloid yang zig-zag. Adsorpsi
adalah penyerapan ion-ion oleh partikel koloid sehingga partikel koloid menjadi
bermuatan. Elektrophoresa adalah polarisasi muatan koloid (Sunardi,
2006 : 34).
Berbagai masalah
lingkungan terkait dengan koloid diantaranya adalah asap dan kabut. Asap dan
kabut adalah campuran yang rumit yang terdiri atas berbagai gas dan partikel
zat cair dan zat padat. Asap mengandung belerang dioksida (SO2) yang
dapat bereaksi dengan oksigen dan uap air membentuk asam sulfat yang dapat
mengiritasi paru-paru sehingga menghasilkan banyak lender, asam sulfat juga
dapat menyebabkan hujan asam. Selain itu asap dan kabut mengandung berbagai
jenis gas yang terbentuk dari serentetan reaksi fotokimia (yaitu reaksi kimia
yang berlangsung dibawah pengaruh sinar matahari) diantaranya ozon, aldehida,
dan peroksiasetil nitrat (PAN = CH3 – COOONO2) (Yazird, 2005: 69).
C. Alat
dan Bahan Praktikum
1.
Bahan Praktikum
a.
Tepung tapioca
b.
Aquades
c.
FeCl3
d.
Tanah halus
e.
NH4OH 3N
f.
Ca(OH)2 0,04
2. Alat
Praktikum
a.
Gelas
b.
Kompor
c.
Pengaduk gelas
d.
Pipet tetes
e.
Tabung reaksi
f.
Gelas ukur
D.
Skema Kerja
1. Koagulasi
Tapioka tapioka tapioka tapioka tapioka
+30 ml
Aquades + 30 ml Aquades +30 ml Aquades +30
ml Aquades +30 ml
Aquades
- dipanaskan - dipanaskan - dipanaskan - dipanaskan -dipanaskan
+ FeCl3
+ 5 ml sol
+ 5 ml NaCl
-
Diperiksa dengan menggunakan lampu senter
-
diamati
|
2. Peptisasi dan Flokulasi
+ 10 ml NH4OH 3 N
+ Aquades
-
diaduk
-
diamati
+ 10 ml Ca(OH) 0,04 N
-
|
E.
Hasil Pengamatan
Dan Analisis Data
1.
Hasil
Pengamatan
a.
Percobaan I Koagulasi
Berdasakan
percobaan yang dilakukan, setelah dipanaskan dan sambil diaduk, tepung dengan
berat 11 gram mengental paling cepat dan kekentalannya paling tinggi, larutan
tepung dengan berat tepung 7 gram memiliki kekentalan ynag lebih rendah, namun
tepung dengan berat 3 gram kekentalannnya paling rendah dengan waktu
pengentalan yang paling lama.
b.
Percobaan II Efek Tyndall
Pada
campuran air dengan FeCl3 jenuh yang dipanaskan hingga berwarna
merah coklat. Selanjutnya didinginkan dan ditambahkan5 ml NaCl M dan warnanya
berubah dari warna merah coklat menjadi coklat kekuningan dan pada larutan
terjadi efek tyndall, karena adanya partikel-partikel kecil yang menghamburkan
cahaya saat disinari/dilewatkan sinar senter.
c.
Percobaan III Peptisasi Dan Flokulasi
Setelah
ditambahkan 10 ml NH4OH 3N dan aquades membuat larutan menjadi keruh
(peptisasi), kemudian setelah itu ditambahkan 10 ml Ca(OH)2 0,04 N
membuat keruh yang tadi menjadi hilang dan terjadi pengendapan dibagian bawah
(flokulasi).
2.
Analisis
Data
F. Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan percobaan mengenai koloid.
Dimana menggunakan tiga medium yang berbeda untuk membuktikan sistem koloid.
Pada percobaan pertama menggunakan tepung tapioka yang memiliki berat yang
berbeda, yaitu 3,7 gram,dan 11 gram yang di tuangkan pada tabung reaksi yang
berbeda. Pada saat dilarutkan dengan aquades, masing-masing sampel menunjukkan
hal yang sama, yaitu tepung sebagian larut dan sebagian mengendap. Namun, setelah
masing-masing sampel dipanaskan, terlihat perbedaan kekentalan pada gelas ukur
yang terisi sol padat (tepung tapioka) yang terbentuk setelah proses pemanasan
yaitu pada larutan tepung tapioka 11 gram, dikuti oleh laarutan tepung tapioka
dengan berat 7 gram dan yang paling sulit mengental adalah larutan tepung
tapioka dengan berat 3 gram. Terjadinya perbedaan kekentalan sol padat ini
dikarenakan massa dari tepung tapioka. Massa tepung tapioka berbanding lurus
dengan kekentalan yang dihasilkan.
Pada percobaan yang lainnya, berdasarkan hasil
pengamatan,larutan tersebut disinari dengan menggunakan lampu senter. Dari
hasil pencahayaan tersebut, membuktikan bahwa terjadi sistem koloid pada
larutan tersebut berupa efek tyndall. Karena partikel-partikelnya cukup besar
untuk menghamburkan cahaya karena partikel-partikelnya berukuran antara 1-100 nm.
Sehingga cahaya laser dapat dihamburkan. Efek tyndal sendiri merupakan salah
satu sifat dari koloid karena koloid mempunyai partikel-partikel yang cukup
besar untuk menghamburkan cahaya yakni 1-100 nm.
Pada percobaan terakhir, berdasarkan hasil pengamatan,
hasil yang didapat sesuai dengan teori yang ada. Cara peptisasi adalah
pembuatan koloid / sistem koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan
/ proses pendispersi endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemecah tersebut dapat berupa elektrolit khususnya
yang mengandung ion sejenis ataupun pelarut tertentu.
Contoh:
Ø
Agar-agar
dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
Ø
Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ;
endapan Al(OH) 3 oleh AlCl3.
Ø
Sol
Fe(OH) 3 diperoleh dengan mengaduk endapan Fe(OH) 33 yang baru terbentuk dengan
sedikit FeCl3. Sol Fe(OH) 3 kemudian dikelilingi Fe+3
sehingga bermuatan positif.
Ø
Beberapa
zat mudah terdispersi dalam pelarut tertentu dan membnetuk sistem kolid. Contohnya;
gelatin dalam air.
Kemudian setelah
ditambahkan Ca(OH)2 larutan tanah tadi kembali mengendap( flokulasi),
dimana flokulasi adalah suatu proses aglomerasi ( penggumpalan )
partikel-partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan
dapat dipisahkan oleh proses sedimentasi dan filtrasi. Dengan kata lain proses
flokulasi adalah adalah proses pertumbuhan flok (partikel terdestablisasi atau
mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar ( makroflok ).. Tujuan utama flokulasi adalah membawa partikel ke dalam
hubungan sehingga partikel-partikel tersebut saling bertabrakan, kemudian
melekat, dan tumbuh mejadi ukuran yang siap turun mengendap.
G. Kesimpulan
1.
Semakin
banyak massa tepung tapioka yang ditambahkan
maka semakin kental gel yang dihasilkan dan sebaliknya
semakin sedikit massanya maka gel yang dihasilkan kurang kental.
2.
peristiwa
koagulasi tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi berupa muatan dan perbedaan
muatan koloid saja melainkan dipengaruhi oleh jenis ion.
3.
koloid
memiliki sifat koligatif yang lebih kecil dibandingkan dengan larutan sejati.
4.
Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi ( penggumpalan )
partikel-partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan
dapat dipisahkan oleh proses sedimentasi dan filtrasi.
5.
ACARA III
REAKSI ALKOHOL DAN FENOL
A.
Pelaksanaan
Praktikum
1.
Tujuan praktikum :
Untuk mengetahui dan memahami
perbedaan antara sifat alkohol dan fenol serta jenis-
jenis reaksi dan reagen yang membedakan antara
senyawa alkohol dan fenol
2.
Tanggal praktikum : Jumat, 31 Mei 2013
3.
Tempat
: Laboratorium
Kimia Dasar Lantai III Fakultas
MIPA
Universitas
Mataram
B. Landasan
teori
Gugus fungsi adalah
suatu atom atau kumpulan atom yang terikat bersama dengan suatu cara tertentu
sebagai bagian dari suatu molekul, dan kemudian mempengaruhi karakteristik
sifat fisik dan kimia molekul secara keseluruhan. Kelompok gugus fungsi yang
akan dipelajari pada percobaan ini adalah gugus fungsi hidroksi (atau
hidroksil), -OH. Alkohol dan fenol memiliki kemiripan dalam beberapa hal,
tetapi terdapat perbedaan yang cukup mendasar sehingga kedua kelompok senyawa
ini dianggap sebagai kelompok gugus fungsi yang berbeda. Salah satu perbedaan
utama adalah bahwa fenol bersifat jutaan kali lebih asam daripada alkohol
(Brady, 1995 : 203).
Alkohol merupakan
senyawa yang penting dalam kehidupan sehari-hari karena dapat digunakan sebagai
zat pembunuh kuman, bahan bakar maupun pelarut. Dalam laboratorium dan industri
alkohol digunakan sebagai pelarut dan reagensia. Alkohol dapat membentuk ikatan
hidrogen antara molekul-molekulnya maupun dengan air. Hal ini dapat
mengakibatkan titik didih maupun kelarutan alkohol dalam air cukup tinggi.
Selain dipengaruhi oleh ikatan hidrogen, kelarutan alkohol juga dipengaruhi
oleh panjang pendeknya gugus alkil, banyaknya cabang dan banyaknya gugus
hidroksil yang terikat pada atom karbon. Seperti air, alkohol adalah asam atau
basa sangat lemah. Pada larutan encer dalam air, alkohol mempunyai pKa yang
kira-kira sama dengan pKa air. Namun dalam keadaan murni keasaman alkohol jauh
lebih lemah daripada air. Hal ini disebabkan karena alkohol mempunyai tetapan
elektrik yang rendah. Fenol merupakan asam yang jauh lebih kuat daripada
alkohol. Hal ini disebabkan karena anion yang dihasilkan oleh resonansi, dengan
muatan negatif yang disebar (delokalisasi) oleh cincin aromatik (Riswiyanto, 2009 : 312) .
Alkohol dapat bereaksi
dengan logam alkali (natrim dan kalium) menghasilkan alkoksida. Reaksi yang
terjadi adalah reaksi redoks. Makin besar gugus alkali (R-), makin berkurang
kareaktifannya.Penamaan alkohol dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
nama trivial diberi nama alkil-alkohol (alkohol sebagai nama pokok dan rantai
karbonnya sebagai gugus). Cara kedua berdasarkan nama sistematik, nama
sistematik diberi akhiran “ol” digunakan dimana gugus –OH terikat dengan posisi
–OH diberi nomor terkecil dari ujung rantai karbon dia terikat. Sistem
tatanama, selain yang disebutkan diatas ialah dengan menganggap bahwa semua
nama alkohol adalah merupakan turunan dari metanol yang disebut karbinol (Riawan, 1990 : 78) .
Berdasarkan
peredaan letak terikatna gugus –OH pada atom C. Alkohol dibedakan menjadi tiga,
yaitu alkohol primer, alkohol sekunder dan alkohol tersier. Alkohol primer
yaitu jika gugus –OH terikat pada atom C primer (atom C yang mengikat 1 atom C
yang lain secara langsung). Alkohol sekunder yaitu jika gugus –OH terikat pada
atom C sekunder (atom C yang mengikat secara langsung dua atom C yang lain).
Alkohol tersier yaitu jika gugus –OH terikat pada atom C tersier (atom C yang
engikat secara langsung tia buah atom C yang lain. Secara fisik akan sulit
membedakan antara alkohol primer, sekunder dan tersier. Karena bau dan warna
ketiganya dapat dikatakan sama. ( Ghalib, 2010 :
90).
Alkohol
adalah isomer fungsional yaitu mempunyai rumus molekul sama tetapi gugus fungsionalnya
berbeda. Untuk alkohol ada juga yang bersifat optis aktif yaitu dapat memutar
bidang polarisasi cahaya yaitu alkohol
yang mempunyai atom karbon asimetris (C khiral) yaitu keempat gugus yang
terikat berbeda satu sama lain (Marham Sitorus : 2010 : 48).
Alkohol
merupakan senyawa yang penting dalam kehidupan sehari-hari karena dapat
digunakan sebagai zat pembunuh kuman, bahan bakar maupun pelarut. Dalam
laboratorium dan industri alkohol digunakan sebagai pelarut dan reagensia.
Alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antara molekul-molekulnya maupun dengan
air. Hal ini dapat mengakibatkan titik didih maupun kelarutan alkohol dalam air
cukup tinggi. Selain dipengaruhi oleh ikatan hidrogen, kelarutan alkohol juga
dipengaruhi oleh panjang pendeknya gugus alkil, banyaknya cabang dan banyaknya
gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon. Seperti air, alkohol adalah asam
atau basa sangat lemah. Pada larutan encer dalam air, alkohol mempunyai pKa
yang kira-kira sama dengan pKa air. Namun dalam keadaan murni keasaman alkohol
jauh lebih lemah daripada air. Hal ini disebabkan karena alkohol mempunyai
tetapan elektrik yang rendah (Suminar : 1990 : 115).
Sifat-sifat fisika dari alkohol :
·
Titik
didih alkohol lebih tinggi dibanding dengan titik didih alkana yang mempunyai
atom C yang sama. Hal ini karena dalam keadaan cair molekul-molekul alkohol
terasosiasi dan biasanya membentuk jembatan.
·
Makin
banyak atom C, makin tinggi titik didihnya.
·
Alkohol
BD nya lebih tinggi daripada alkana, tetapi lebih rendah daripada air (Marappung :
2002 : 34).
Fenol
merupakan asam yang lebih kuat dari pada alkohol atau air. Fenol dengan pKa=10
dengan kekuatan asam kira-kira ditengah antara etanol dan asam asetat. Ion
fenoksida merupakan basa yang lebih lemah dibandingkan OH. Oleh karena itu, fenoksida dapat diolah dengan suatu
fenol dan NaOH dalam air. Reaktifitas ini sangat berbeda dengan reaktifitas
alkohol. Fenol bersifat lebih asam dibandingkan alkohol karena anion yang
dihasilkan oleh resonansi, dengan muatan negatifnya disebar (delokalisasi) oleh
cincin aromatic (Fessenden R.J : 1986 : 67)
Fenol
mempunyai gugus yang seperti alkohol akan tetapi gugus fungsinya melekat
langsung pada cincin aromatik. Tata namanya biasa dipergunakan nama yang lazim
dengan akhiran –Ol.
Fenol
mempunyai sifat-sifat yaitu :
-
Mempunyai
sifat asam. Atom H dapat diganti tak hanya dengan logam (seperti alkohol)
tetapi juga dengan basa, terjadi fenolat.Sifat asam dari fenol-fenol lemah dan
fenolat ini dapat diuraikan dengan asam karbonat.
-
Mudah
dioksidasi, juga oleh O2 udara dan memberikan zat-zat warna, mereduksi
larutan fehling dan Ag- beramoniak.
-
Memberi reaksi-reaksi berwarna dengan
FeCl3.
-
Mempunyai
sifat antiseptik, beracun, mengikis, Ka = 1 x 10-10 (Riawan, 1990 : 83)
.
Uji lucas digunakan
untuk membedakan alkohol – alkohol primer, sekunder, dan tersier yang dapat
larut dalam air. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam klorida pekat dan seng
klorida. Seng klorida adalah suatu asam lewis, yang ketika ditambahkan dalam
asam klorida akan membuat larutan menjadi lebih asam. Alkohol tersier yang larut
dalam air akan bereaksi denga cepat dengan reagen lucas membentuk alkil klorida
yang tak larut dalam larutan berair. Adapun pada alkohol tersier terindikasikan
dengan adanya pembentukan fase cair kedua yang terpisah dari larutan semula di dalam
tabung reaksi dengan segera setelah alkohol bereaksi. Alkohol sekunder berjalan
lambat dan setelah pemanasan akan terbentuk fasa cair lapisan kedua biasanya
setelah 10 menit. Alkohol primer dan metanol tidak dapat bereaksi pada kondisi
ini. Pada alkohol tersier, atom klor biasanya terikat pada
atom karbon yang sebelumnya mengikat gugus –OH. Pada alkohol
sekunder, seringkali atom klor ini terikat pada atom karbon yang mengikat gugus
hidroksi. Namun penataan ulang dapat saja terjadi yang
mengakibatkan terikatnya atom klor tidak terjadi pada atom karbon yang
sebelumnya mengikat –OH. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut.
1.
Reaksi secara umum + reagen Lucas
2.
alkohol primer + reagen Lukas
3.
alkohol sekunder + reagen Lukas
4.
alkohol tersier + reagen Lukas
Penambahan
besi(III) klorida yang terlarut dalam kloroform (triklorometana) ke dalam suatu
larutan fenol dalam kloroform, menghasilkan suatu larutan berwarna ketika
ditambahkan piridin. Berdasarkan struktur fenol, warna produk yang dihasilkan
dapat bervariasi mulai dari merah sampai ungu. Adapun alkohol
tidak menghasilkan warna apapun pada uji ini (Asyar: 2010 : 2)
C. Alat
dan Bahan Praktikum
1.
Alat
a. stabung reaksi
b. pipet
ukur
c. pipet
tetes
2. Bahan
a. n-butanol
b. 2-butanol
c. Fenol
d. Sikloheksanol
e. Tersier butanol
f. Reagen
lucas
g. Reagen BW
h. 2-naphtol
D. Skema
Kerja
1.
Reaksi
Fenol dengan Besi (III) klorida
+ Fenol
+ 5 tetes
FeCl3
- Aduk
-
|
+ n- Butanol
+ 5 tetes
FeCl3
- Aduk
-
|
+ 2- Butanol
+ 5 tetes
FeCl3
- Aduk
- amati
|
2.
Reaksi
Lucas
+ 2 ml Reagen
lucas
+ 5 tetes
1-Butanol
- Aduk
- Amati
|
+ 2 ml Reagen lucas
+ 5 tetes
1-Butanol
- Aduk
- Amati
|
+ 2 ml Reagen lucas
+ 5 tetes 1-Butanol
- Aduk
- Amati
|
+ 2 ml Reagen lucas
+ 5 tetes
1-Butanol
- Aduk
- Amati
|
3.
Reaksi
Bordwell - Wellman (BW)
+ 1 ml
Aseton
+ 5 tetes 1-
Butanol
+ 2 tetes
pereaksi (BW)
- Aduk
-
|
+ 1 ml
Aseton
+ 5 tetes 2-
Butanol
+ 2 tetes
pereaksi (BW)
- Aduk
- Amati
|
+ 1 ml
Aseton
+ 5 tetes T-
Butanol
+ 2 tetes
pereaksi (BW)
- Aduk
-
|
4.
Reaksi
Alkali
+ 0,5 n- Butanol
+ 5 ml NaOH 10%
- Aduk
- Amati
|
+ 0,5 Sikloheksanol
+ 5 ml NaOH 10%
- Aduk
- Amati
|
+ 0,5 Fenol
+ 5 ml NaOH 10%
- Aduk
- Amati
|
+ 0,5 2- Naftol
+ 5 ml NaOH 10%
- Aduk
- Amati
|
E. Hasil
Pengamatan
dan Analisis Data
1.
Hasil pengamatan
a.
Reaksi
fenol dengan besi (III) klorida
Bahan
|
FeCl3
|
Perubahan
Warna / Bau
|
|
Sebelum
Reaksi
|
Sesudah
Reaksi
|
||
fenol
|
5
tetes
|
Coklat/ bau betadin
|
Ungu kehitaman/ bau betadin
|
n-butanol
|
5
tetes
|
Bening/bau menyengat
|
Coklat kekuningan/bau meyengat
|
2-butanol
|
5
tetes
|
Bening/
bau sangat menyengat
|
Coklat muda/bau menyengat
|
b. Reaksi
lucas
Tabung
|
Reagen
lucas
|
Jenis
alcohol
|
Perubahan
warna/bau
|
|
Sebelum
reaksi
|
Sesudah
reaksi
|
|||
1
|
10 tetes
|
5
tetes 1 butanol
|
Bening/bau sedikit menyengat
|
Bening/bau
menyengat
|
2
|
10 tetes
|
5
tetes 2 butanol
|
Bening/
bau sedikit menyengat
|
Bening/
bau sangat menyengat
|
3
|
10 tetes
|
5
tetes sikloheksanol
|
Bening/
bau sedikit menyengat
|
Bening/ bau sangat mnyengat
|
4
|
10 tetes
|
5
tetes T-butanol
|
Bening/
bau sedikit menyengat
|
Bening/tidak menimbulkan bau
|
c. Reaksi
Bordwell-Wellman (BW)
Tabung
|
Aseton
|
Jenis
alcohol
|
Preaksi
(BW)
|
Perubahan
warna/bau
|
|
Sebelum
reaksi
|
Sesudah
reaksi
|
||||
1
|
10 tetes
|
5
tetes 1 butanol
|
2
tetes
|
Bening/bau menyengat
|
Putih keruh/bau menyengat
|
2
|
10 tetes
|
5
tetes 2 butanol
|
2
tetes
|
Bening/bau menyengat
|
Coklat kekuningan/bau menyengat
|
3
|
10 tetes
|
5
tetes T-butanol
|
2
tetes
|
Bening/bau menyengat
|
Coklat kekuningan/bau menyengat
|
d. Reaksi dengan alkali
Bahan
|
5
mL NaOH
|
Perubahan
warna / bau
|
|
Sebelum
reaksi
|
Sesudah
reaksi
|
||
n-butanol
|
50
tetes
|
Bening/bau menyengat
|
bening/bau menyengat
|
Sikloheksanol
|
50
tetes
|
Bening/bau menyengat
|
Bening/bau menyengat
|
Fenol
|
50
tetes
|
Merah/bau menyengat
|
Hitam/bau menyengat
|
2-naftol
|
50 tetes
|
Merah/bau menyengat
|
Bening/bau sangat menyengat
|
2. Analisis
Data
a. Reaksi
fenol dengan besi (III) klorida
v
OH
|
+ FeCl3
|
OH
|
FeCl2
|
+ HCl
|
v n-Butanol +
FeCl3
v 2-butanol +
FeCl3
| lebih
rendah dibanding asam klorida
OH
b. Reaksi
lucas
v
ZnCl2
|
CH3 – CH2
– CH2 – CH2 – OH
+ HCl CH3 –
CH2 – CH2 – CH2 – Cl + H2O
(kloro
butana)
v
2-butanol
+ reagen lucas
Cl
ZnCl2
|
CH3 – CH2
– CH – CH3 + HCl CH3
– CH2 – CH – CH3 +
H2O
(2-kloro
butana)
v
Sikloheksanal + reagen lucas
+ HCl
|
ZnCl2
|
+ H2O
|
(kloro benzena /
fenil benzena)
v
T
– butanol + reagen lucas
CH3 CH3
ZnCl2
|
CH3 – C
– OH + HCl CH3 – C – Cl + H2O
| |
CH3 CH3
(2-kloro,
2-metil-propena)
c. Reaksi
dengan alkali
v
n-butanol
+ NaOH
v
OH
|
+ NaOH
|
O–Na
|
+ H2O
|
v
OH
|
+ NaOH
|
O–Na
|
+ H2O
|
v
d.
2 naftol + NaOH
+ NaOH
|
+ H2O
|
2 –
naftaloat
|
F. Pembahasan
Dalam
uji FeCl3, prinsip percobaannya adalah fokus dalam senyawa
aromatik. Apabila terdapat
gugus aromatik dalam larutan yang diuji, maka larutan tersebut akan
bereaksi.
Pada percobaan dilakukan percobaan guna untuk mengetahui
sifat alkohol dan fenol. Pada percobaan pertama, menggunakan fenol, n-butanol,
dan 2-butanol yang ditetesi FeCl3. Warna fenol menjadi ungu
kehitaman dan berbau seperti betadin. Selanjutnya n-Butanol direaksikan dengan
FeCl3, reaksi ini tidak dapat terjadi (tidak bereaksi) dikarenakan
asam dari n-butanol lebih rendah dari asam klorida. Namun wujud dari campuran
ini memiliki bau menyengat dan warna setelah dicampur menjadi coklat
kekuningan. Sementara hasil reaksi antara 2-butanol dengan FeCl3 adalah
warnanya berubah dari bening menjadi coklat muda dengan bau yang menjadi tidak
terlalu menyengat.
Pada percobaan lainnya yang mereaksikan antara n-butanol,
2-butanol, sikloheksanol, dan T butanol dengan Reagen lucas, dengan persamaan
reaksi n-butanol dan Reagen Lucas sebagai berikut:
Sebelum reaksi campuran tersebut berwarna bening dan bau
sedikit menyengat namun setelah reaksi tidak terjadi perubahan warna pada hasil
reaksi dan baunya menjadi menyengat, yang menghasilkan kloro butana dan H2O.
Pada reaksi kedua menggunakan 2-butanol dan Reagen Lucas ( campuran asam
klorida pekat CHCl) dan sengklorida (ZnCl2)yang menghasilkan reaksi
sebagai berikut :
OH
Cl
Pada reaksi berikutnya mengunakan sikloheksanol yang
reaksikan dengan Reagen Lucas sebelum reaksi. Warna reaksi adalah bening
setelah reaksi warna tetap dan memiliki bau yang lebih menyengat dari bau awal,
pada reaksi ini terdapat kesamaan dengan sifat reagen lucas apabila di
reaksikan dengan alkohol sekunder reaksi berwarna bening. Hal ini berbeda
dengan teori yang megatakan bahwa uji Lucas dalam alkohol adalah tes untuk
membedakan antara alkohol primer, sekunder dan tersier . Hal ini didasarkan
pada perbedaan reaktivitas dari tiga kelas alkohol dengan hidrogen halida .
Ketika reagen Lucas (ZnCl 2 di terkonsentrasi HCl larutan) ditambahkan ke
alkohol , H+ dari HCl akan bergabung dengan -OH kelompok alkohol, menjadi H2O,
menjadi jauh lebih lemah nukleofil daripada OH -, dan diganti oleh nukleofil
Cl-. Reagen Lucas menawarkan media kutub di mana mekanisme SN 1 lebih disukai.
Dalam substitusi nukleofilik unimolecular, laju reaksi lebih cepat ketika
karbokation intermediet lebih stabil dengan jumlah yang lebih besar dari
elektron yang menyumbangkan kelompok alkilnya (R-) terikat pada atom karbon
bermuatan positif, mungkin dalam
melakukan percobaan, praktikan melakukan kesalahan seperti menggunakan pipet
tetes secara berulang-ulang pada larutan-larutan berbeda yang akan diuji
sehingga hasilnya tidak sesuai dengan teori.
Pada reaksi dengan alkohol tersier terindikasi adanya
pembentukan fasa cair, kedua segera setelah alkohol bereaksi dan menghasilkan
reaksi berwarna bening dan baunya hilang. Pada reaksi antara reagen BW dengan
alkohol primer (n-butanol) dihasilkan reaksi yang berwarna putih keruh dan
terdapat endapan yang sebelum reaksi larutan berwarna bening dan tidak terdapat
endapan. Reaksi antara reagen BW dengan alkohol skunder (2-butanol) menghasilkan
reaksi berwarna coklat kekuningan danbau menyengat. Hal tersebut juga terjadi
pada alkohol tersier yaitu t-butanol yang menghasilkan warna coklat kekuningan
dan bau menyengat pula.
Pada percobaan ke empat yaitu reaksi dengan alkali, dimana
pada percobaan ini menggunakan basa alkali yaitu NaOH. Reaksi pertama
menggunakan n-butanol yang menghasilkan reaksi sebagai berikut:
(larutan berwarna putih jernih). Reaksi ini menghasilkan
natrium botanol yang berwarna merah muda. Berdasarkan hasil pengamatan
n-butanol yang datambahkan NaOH menghasilkan warna bening dan bau menyengat,
dimana hasil ini juga sama dengan hasil reaksi sikloheksanol. Sementara untuk
hasil reaksi fenol warnanya berubah menjadi hitam dengan bau yang menyengat
juga, untuk yang 2-naftol setelah dicampur NaOH warnanya tetap bening, namun
dengan bau yang sangat menyengat.
Dalam percobaan kali ini, ada beberapa data
yang tidak sesuai dengan literatur. Hal lain yang menyebabkan perbedaan
hasil uji percobaan dikarenakan pelarut dan pereaksi yang sudah terlalu
lama dibuat sehingga kemungkinan tidak bereaksi sesuai data seharusnya.
Banyak pereaksi yang sudah berubah menjadi produk lain saat berada di botol,
sehingga hasil pengujian tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Ataupun
temperatur ruangan yang tidak sesuai dengan standar yang menyebabkan reaksi
berjalan tidak seperti yang ada dalam literatur sehingga menyebabkan reaksi
tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
G. Kesimpulan
1.
Alkohol dan Fenol larut dalam air karena gugus
hidroksi pada alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air.
2.
Reagen lucas
digunakan untuk membedakan Alkohol primer dan sekunder dimana reagen lucas
hanya memberikan reaksi pada alkohol sekunder dan Fenol.
3.
Asam kromat
dapat menyebabkan alkohol primer teroksidasi menjadi asam karboksilat.
4.
ACARA
IV
PEMISAHAN
A. Pelaksanaan Praktikum
1.
Tujuan
Praktikum : Mempelajari pemisahan senyawa pemisahan dengan metode
destilasi uap
2.
Tanggal praktikum : Jumat, 31 Mei 2013
3.
Tempat
: Laboratorium Kimia Lantai III Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Mataram
B.
Landasan Teori
Kebanyakan
materi yang terdapat dibumi tidak murni, tetapi berupa campuran dari komponen. Contohnya
tanah terdiri dari berbagai senyawa, dan unsur, baik dalam wujud padat, cair, ataupun
gas.Untuk memperoleh zat murni kita harus memisahkan dari campurannya. Campuran
dapat dipisahkan dari peristiwa kimia ataupun fisika. Cara pemisahan campuran tergantung pada jenis
wujud dan sifat komponen yang terkandung didalamnya (Sastrohamidjojo, 2002 : 90).
Pemisahan
suatu komponen dari campuran atau larutan dilakukan dengan membuat fase baru
untuk merlakukan hal ini diperlukan penambahan suatu zat pemisah.Apabila energy
misalnya panas adalah yang ditambahkan untuk menetapkan fase Born.Berarti dalam
fase tersebut energi berperan sebagai zat pemisah. Pemindahan komponen dari fase semula menuju fase Born
melalui mekanisme transfer massa dan berlangsung juga melalui proses difusi
atau proses operasi difusional. Pemisahan difusional beserta sifat fisis yang
mendasarinya destilasi, sublimasi, dan eraperasi melibatkan komponen-komponen
dari suatu campuran atas dasar-dasar tekanan uap (Purworo, 2005 :78).
Destilasi
uap digunakan pada campuran senyawa-snyawa yang memiliki titik
didih yang mencapai 2000C atau lebih. Destilasi uap
dapat menguapkan senyawa-senyawa dengan suhu mendekati 2000C dalam
tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang
fundamental dari destilasi uap adalah dapat mendestilasikan campuran senyawa
dibawah titik didih dari masing-masing senyawa campurannya. Selain
destilasi uap dapat digunakan untuk campuran yang tidak larut dalam air.
Aplikasi dari destilasi uap adalah untuk mengekstrak beberapa produk alam
seperti minyak atsiri (Nanan, 2003 : 165).
C. Alat
dan Bahan
1.
Bahan
a. Tumbuhan sebagai sampel (bunga kenanga)
b.
Aquades
2.
Alat
a.
Satu set alat destilasi uap
b.
Gelas ukur
c.
Erlenmeyer
d.
Labu destilasi
e.
Heating
Mantle
f.
Termometer
g.
Kondensor
D. Skema
Kerja
+ air
+ uap
-
Di destilasi ± 2 jam
|
- Volume diukur - volume
|
E. Hasil
Pengamatan
Dan Alisis Data
1.
Hasil
Pengamatan
No
|
Jenis Sampel
|
Berat Sempel (gr)
|
1
|
Bunga
kenanga
|
18,35
|
2
|
Berat botol
|
5,19
|
3
|
Berat minyak
|
0,05
|
a.
Suhu uap kurang lebih 1000C
b. Destilasi menghasilkan larutan dua fase, yaitu fase
minyak dan air
c. Uap
yang dihasilkan setelah destilasi cukup banyak
d. Warna bunga
sebelum destilasi hijau daun yang segar
e.
Setelah destilasi warnanya coklat tua
Yang terbentuk setelah destilasi:
a.
Warna larutan agak keruh
b.
Memiliki aroma yang menyengat
2.
Analisis Data
Menghitung rendemen :
Rendemen =
× 100 %
=
× 100 %
= 0,27 %
Menghitung massa jenis minyak :
Dik : 15 tetes minyak = 1 ml
Volume
minyak = 1 tetes minyak = 0,067 ml
Jawab :
Massa
jenis minyak =
=
= 0,74 gr/ml
F. Pembahasan
Destilasi adalah suatu proses pemurnian yang didahului dengan penguapan
senyawa cair dengan cara memanaskannya, kemudian mengembunkan uap yang
terbentuk. Destilasi merupakan suatu proses pemisahan dua atau lebih komponen
zat cair berdasarkan pada titik didih. Secara sederhana destisi dilakukan
dengan memanaskan/menguapkan zat cair lalu uap tersebut didinginkan kembali
supaya jadi cair dengan bantuan kondensor.
Prinsip dasar dari destilasi adalah perbedaan titik didih dari zat-zat cair
dalam campuran zat cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki titik
didih terendah akan menguap lebih dahulu, kemudian apabila didinginkan akan
mengembun dan menetes sebagai zat murni (destilat). Destilasi digunakan untuk
memurnikan zat cair, yang didasarkan atas perbedaan titik didih cairan. Pada proses
ini cairan berubah menjadi uap. Uap ini adalah zat murni. Kemudian uap ini
didinginkan pada pendinginan ini, uap mengembun manjadi cairan murni yang
disebut destilat.
Biasanya destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan zat cair yang titik
didih nya rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat atau miniyak.
Proses ini dilakukan dengan mengalirkan uap zat cair tersebut melalui kondensor
lalu hasilnya ditampung dalam suatu wadah, namun hasilnya tidak benar-benar
murni atau bias dikatakan tidak murni karena hanya bersifat memisahkan zat cair
yang titik didih rendah atau zat cair dengan zat padat atau minyak.
Pada percobaan ini, dilakukan proses destilasi
menggunakan alat destilasi sederhana dengan mengekstraksi bunga kenanga yang merupakan
salah satu penghasil minyak atsiri. Pada tanaman minyak atsiri terdapat pada
kelenjar minyak. Seperti yang kita ketahui, minyak atsiri keluar dari proses
hidrodifusi. Untuk mempercepat proses difusi, sebelum penyulingan (pemisahan
zat/destilasi) bahan dibentuk sekecil mungkin agar bahan tidak terlalu lebat
sehingga memperlambat proses destilasi dan juga agar bahan lebih muda ditembus
oleh uap.
Pada prinsip kerjanya, destilasi ditujukan untuk
menguapkan cairan dan pengembunan kembali uap tersebut sehingga atsiri yang
terkandung pada bahan dapat dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan, faktor
suhu merupakan salah satu faktor dalam proses destilasi. Pada dasarnya senyawa
penyusun munyak atsiri tidak stabil atau peka terhadap suhu, itu sebabnya untuk
memperoleh kualitas minyak yang paling baik dibutuhkan suhu yang rendah dengan
jangka waktu relatif lama atau dengan suhu tinggi dengan waktu relatif singkat.
Perubahan warna pada daun setelah destilasi menunjukkan
bahwa uap yang dihasilkan oleh pemanasan mendorong kandungan kelenjar minyak
atsiri pada bunga kenanga sehingga bunga nampak menjadi layu dan pucat karena
komponen-komponen yang terkandung dalam bunga dikeluarkan oleh uap dan layu
karena suhu yang tinggi.
Berdasarkan analisis data, rendeman yang dihasilkan adalah
0,27%, dengan massa jenis minyak sebesar 0,74 g/ml. Hasil yang didapat sangat
sedikit karena sampel yang digunakan pun sangat sedikit juga, karena yang dilakukan destilasi skala lab yang
bertujuan untuk memahami pemisahan senyawa dengan destilasi uap. Beda halnya dengan skala industri yang menggunakan
bahan baku yang banyak dan alat destilasi yang berkapasitas besar dan canggih
sehingga hasil yang didapat pun menjadi banyak juga.
G.
Kesimpulan
1. Destilasi adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau
teknik pemisahan kimia yang berdasarkan titik didih.
2. Dengan sampel bahan yang sedikit, hasil yang diperoleh
dari proses destilasi juga sedikit.
3. Rendemen yang dihasilkan 0,27% dan massa jenis minyak
0,74 gr/ml.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad, Haskia. 2001. Kimia
Larutan. PT. Citra Aditya Bakti : Bandung
Adom. 2009. Larutan
Penyangga (Buffer). http://andykimia03 .wordpress.com /2009/
11/30/larutan-penyangga-buffer/ diakses pada
hari jumat tanggal 14 juni 2013 pukul
16.25.
Asyar.
2010. Alkohol dan Fenol Uji Reaksi Kimia. http://asyharstf08. wordpress.com /2010 / 02/26/alkohol-dan-fenol-uji-reaksi-kimia/.
Diakses pada hari jumat tanggal 14 juni2013, pukul 12.34.
Brady,
James E. 1995. Kimia Universitas Asas dan
Struktur Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
Farx.
2011. Artikel Teknik Kimia. http://artikelteknikkimia.blogspot.com/2011/12/larutan-buffer-larutan-penyangga.html. diakses pada hari jumat tanggal 14 juni 2013, pukul
16.26.
Fessenden, Ralp J dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Ghalib,
Achmad Kholish. 2010. Buku Pintar Kimia.
Jakarta: Powerbooks.
H.AH
AL-Arifin, 2009. Paket Sukses SNMPTN.
Yogyakarta : Graham Primagama
Michel,
Purba. 2006. Cerdik Kimia. Yogyakarta
: Gama Exacta
Nanan
Nurdjanah, 2003.Proses Penyulingan Dalam
Upaya Memperoleh Mutu dan Efisiensi. ITB : Bandung
Petrucci,
Ralp H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan
Terapan modern Edisi Keempat Jilid 3. Terjemahan Suminar. Jakarta: Erlangga.
Purworo,
dkk. 2005. Kimia Untuk Universitas Jilid
I. Erlangga: Jakarta
Riawan,
S. 1990. Kimia Organik. Jakarta :
Binarupa Aksara.
Riswiyanto.
2009. Kimia Organik. Jakarta:
Erlangga.
Sastrohamidjojo,
H., 2002. Kimia Minyak Atsiri. FMIPA
UGM : Yogyakarta
Sunardi, 2006. Bank Soal Kimia Umum.
M2S Bandung : Bandung
Yazird, Estien. 2005. Kimia Fisika Untuk
Paramedis. Jogja: ANDI.