Monday, January 6, 2014

laporan tetap praktikum kimia dasar 2, larutan buffer, sistem koloid, reakasi alkohol dan fenol. pemisahan

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM KIMIA DASAR II

OLEH :

Rizki Hasmi         (J1B012115)










PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2013
ACARA I
LARUTAN BUFFER

A.      Pelaksanaan Praktikum
1.      Tujuan Praktikum              :Untuk mempelajari larutan buffer sederhana dan
                                            menghitung pH larutan buffer.
2.      Tanggal Praktikum            : Jumat, 7 Juni 2013
3.      Tempat Praktikum             : Laboratorium Kimia Dasar Lantai III Fakultas
                                            Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
                                            Mataram.
B.       Landasan Teori
Larutan penyangga (buffer) adalah larutan yang dapat menjaga (mempertahankan) pHnya dari penambahan asam, basa, maupun pengenceran oleh air. pH larutan buffer tidak berubah (konstan) setelah penambahan sejumlah asam, basa, maupun air. Larutan buffer mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar. Secara umum,  larutan penyangga digambarkan sebagai campuran yang terdiri dari Asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (ion A-), campuran ini menghasilkan larutan bersifat asam. Basa lemah (B) dan basa konjugasinya (BH+), campuran ini menghasilkan larutan bersifat basa. Komponen larutan penyangga terbagi menjadi:
1.                   Larutan penyangga yang bersifat asam
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium, kalium, barium, kalsium, dan lain-lain.
2.                   Larutan penyangga yang bersifat basa
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih (Adom, 2009 : 5).
Larutan buffer atau larutan penyangga adalah larutan yang harga pH nya tidak berubah dengan penambahan sedikit asam, basa, atau air. Larutan penyangga dapat dibedakan atas larutan penyangga asam dan larutan penyangga basa. Larutan penyangga asam mempertahankan pH pada daerah asam (pH <7 ), sedangkan larutan penyangga basa mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Larutan penyangga asam mengandung suatu asam lemah dan basa konjugasi sedangkan ;larutan penyangga basa mengandung suatu basa lemah dan asaam konujugasi(Sunardi, 2006 : 34).
Cara kerja larutan penyangga :
Telah disebutkan bahwa larutan penyangga mengandung komponen asam dan basa dengan asam dan basa konjugasinya, sehingga dapat mengikatbaik ion H+ maupun ion OH-. Sehingga penambahan sedikit asam kuat atau basa kuat tidak mengubah pHnya secara signifikan. Berikut ini cara kerja larutan penyangga:
1.    Larutan penyangga asam
Contoh : CH3COOH dengan CH3COONa ; H2CO3 dengan NaHCO3 ; dan NaHCO3 dengan Na2CO3
Adapun cara kerjanya dapat dilihat pada larutan penyangga yang mengandung ; H2CO3 dan HCO3- yang mengalami kesetimbangan. Dengan proses sebagai berikut:
Pada penambahan asam
Penambahan asam (H+) akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Dimana ion H+ yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion HCO3- membentuk molekul H2CO3.
 HCO3- (aq+ H+(aq→ H2CO3 (aq)
Pada penambahan basa
Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka ion OH- dari basa itu akan bereaksi dengan ion H+ membentuk air. Hal ini akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan sehingga konsentrasi ion H+ dapat dipertahankan. Jadi, penambahan basa menyebabkan berkurangnya komponen asam (H2CO3), bukan ion H+. Basa yang ditambahkan tersebut bereaksi dengan asam H2CO3 membentuk ion HCO3- dan air.
 H2CO3 (aq) + OH-(aq)  → HCO3- (aq)  +  H2O(l) 




2.  Larutan penyangga basa
     Contoh :  NH4OH dengan NH4Cl
Adapun cara kerjanya dapat dilihat pada larutan penyangga yang mengandung NH3 dan NH4+ yang mengalami kesetimbangan. Dengan proses sebagai berikut:
Pada penambahan asam
Jika ditambahkan suatu asam, maka ion H+ dari asam akan mengikat ion OH-. Hal tersebut menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, sehingga konsentrasi ion OH- dapat dipertahankan. Disamping itu penambahan ini menyebabkan berkurangnya komponen basa (NH3), bukannya ion OH-. Asam yang ditambahkan bereaksi dengan basa NH3 membentuk ion NH4+.
NH3 (aq)  +  H+(aq)  →  NH4+ (aq)
Pada penambahan basa
Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka kesetimbangan bergeser ke kiri, sehingga konsentrasi ion OH- dapat dipertahankan. Basa yang ditambahkan itu bereaksi dengan komponen asam (NH4+), membentuk komponen basa (NH3) dan air.
NH4+ (aq) +  OH-(aq)  →  NH3 (aq)  +  H2O(l) (Farx, 2011 : 2).
Sifat-sifat larutan penyangga yaitu nilai Ka selalu tetap pada suhu tetap sedangkan [H+] bergantung pada [HA] dan [MA]. Berdasarkan eksperimen perbandingan [HA] dan [MA] berada dalam rentang dan mempunyai pH paling stabil jika [HA]/[MA] = 1, sehingga [H+] = Ka atau pH = pKa. PH larurtan penyangga baik asam maupun basa dapat ditulis :
v  Untuk asam
[H+]    = Ka x 
pH      = - Log ( Ka x   )
           = - Log Ka – Log
Atau :
pH = pKa - Log
v  Untuk basa
[OH-] = Kb x 
Atau :
pOH          = pKb - Log
pH = 14 – pOH
Dengan keterangan :
Ka       = tetapan ionisasi asam lemah
            Kb       = tetapan ionisasi basa lemah
            A         = jumlahmol asam lemah
            b          = jumlah mol bas lemah
(Achmad, 2001 : 91).
Larutan penyangga digunakan secara luas dalam kimia analitis, biokimia, bakteriologi, fotografi, industri kulit, dan zat warna.Terutama dalam biokimia dan bakteriologi diperlukan rentang pH tertentu yang sempit untuk mencapai hasil optimum. Kerja suatu enzim, tumbuhnya kultur bakteri, dan proses biokimia lainnya sangat sensitif terhadap perubahan pH. Cairan tubuh, baik cairan intrasel maupun cairan luar sel merupakan larutan penyangga, yaitu pasangan dihidrogen fosfat-monohidrogenfosfat ( H2PO4- - HPO42- ). Sistem reaksi ini bereaksi dengan asam dan basa (Michel, 2006 : 102 ).

C.      Alat dan Bahan Praktikum
1.      Bahan Praktikum
-  Larutan CH3COOH 0,1 M    - Larutan NH4OH 0,1 M
-  Larutan HCL 0,1 M               - Larutan NaOH 0,1 M
2.      Alat Praktikum
-  Beaker gelas
-  Gelas ukur
-  Pipet tetes
-  pH meter
-  Rak tabung reaksi
-  Tabung reaksi
                 





D.      Skema Kerja
Beaker gelas I
 


+ 50 ml CH3COOH 0,1 M
+ 25 ml NaOH 0,1 M
-    Amati
-  
Hasil
Hitung pH


Beaker gelas II


+ 10 ml NH4OH 0,1 M
+ 5 ml HCl 0,1 M
-   Amati
-  
Hasil
Hitung pH
+ 1 ml larutan buffer basa (dari hasil percobaan)




Tabung reaksi II










Tabung reaksi I
                                   
 


+ 1 ml Aquades                                                                          + 2 tetes indikator
+ 2 tetes indikator fenolptalein                                                    fenolptalein
-   Amati                                                                                       - Amati                                                                                       
Hasil
Hasil
 



E.       Hasil Pengamatan  Dan Analisis Data
a.      Hasil Pengamatan
1.      Pembuatan larutan buffer
Beaker
Hasil
PH meter
PH perhitungan
Jenis larutan buffer
I
5
5
Asam
II
10
9
Bassa




2.      Pengaruh pengenceran
Tabung
Hasil
Larutan buffer
+ aquades
Warna setelah ditambahkan indikator
I
1 ml
+ 1 ml aquades
Ungu terang
II
1 ml
Tanpa penambahan
Ungu pekat

b.      Analisis Data
Ø Perhitungan beaker I
Diketahui :
CH3COOH 0,1 M sebanyak 1 ml
NaOH sebanyak 1 ml
mmol CH3COOH                   = 1 ml x 0,1 M            = 0,1 mmol
mmol NaOH                           = 1 ml x 0,1 M            = 0,1 mmol
Reaksinya :
                                        CH3COOH + NaOH                          CH3COONa + H2O
            Mula-mula       :    0,1              0,1                                -
               Bereaksi          :    0,1              0,1                               0,1
               Setimbang       :    0,1               -                                 0,1
pH       = pKa + log
            = 5 + log
            = 5 + log 1
            = 5
Ø Perhitungan beaker II
Diketahui :
NH4OH 0,1 M sebanyak 1 ml
HCL 0,1 M sebanyak 1 ml
Mmol NH4OH            = 1 ml x 0,1     = 0,1 mmol
Mmol HCL                 = 1 ml x 0,1     = 0,1 mmol
           


Reaksinya :
                                                NH4OH + HCL              NH4CL + H2O
Mula-mula       :     0,1          0,1                     -
Bereaksi          :     0,1          0,1                    0,1
Setimbang       :    0,           -                    0,1
pOH    = pKb + log
pOH    = 5 + log
            = 5 + log 1
 = 5
pH       = pKw - pOH
            = 14 - 5
            = 9
F.       Pembahasan
Pada praktikum ini dibahas tentang larutan buffer , Untuk mengetahuinya pada percobaan pertama dengan menambahkan larutan asam cuka dan natrium hidroksida yang menghasilkan reaksi sebagai berikut :

          CH3COOH + NaOH                CH3COONa +H2O

CH3COOH yang bersifat asam lemah dengan konsentrasi 0,1 M dengan volume 1 ml direaksikan dengan 1 ml NaOH yang bersifat basa kuat dengan konsentrasi 0,1 M. Setelah itu pH larutan diukur dengan menggunakan pH meter  dan menunjukkan pH larutan adalah 5. Pada reaksi tersebut, sebenarnya larutan buffer dibuat dari asam lemah dengan garamnya yang berasal dari asam kuat atau basa lemah dengan garamnya yang berasal dari Basa kuat. Larutan buffer dapat mempertahankan pH karena dalam larutan larutan natrium asetat dapat berdisosiasi dengan sempurna. Tetapi, disosiasi asam asetat dapat diabaikan
CH3COOH                  CH3COO- + H+
Karena adanya ion – ion asetat dalam jumlah banyak yang berasal dari disosiasi natrium asetat akan bergeser kesetimbangannya ke ruas kiri ke dalam pembentukan asam asetat yang tidak berdisosiasi. Larutan demikian akan memiliki pH tertentu dan juga baik sekali dalam mempertahankan pH jika ditambahkan asam atau basa dalam jumlah banyak. Jika ion hidrogen (asam kuat) ditambahkan akan membentuk asam asetat yang tidak berdisosiasi.
CH3COO- + H+ → CH3COOH
Oleh karena itu, konsentrasi ion hidrogen tidak berubah, tetapi bahwa jumlah ion asetat akan berkurang sedangkan jumlah asam asetat yang tidak berdisosiasi bertambah. Disisi lain, apabila ditambahkan ion hidroksil (OH-), ion hidroksil akan bereaksi dengan asam asetat.
CH3COOH + OH- → CH3COO- + H2O
Dengan demikian, konsentrasi ion hidrogen (dan hidroksil) tidak akan berubah, tetapi jumlah asam asetat akan berkurang sedangkan jumlah ion asetat akan bertambah. Maka, dari prinsip inilah dikatakan bahwa larutan penyangga dapat menunjukkan ketahanan terhadap asam maupun basa. Hal ini membuktikan bahwa CH3COOH bisa mempertahankan pH meskipun telah ditambahkan sedikit larutan basa. Hal ini juga dibuktikan dengan metode perhitungan yang menghasilkan harga pH sebesar 5. Jadi, larutan buffer ini bersifat asam.
Pada percobaan berikutnya, NH4OH sebanyak 100 ml dengan konsentrasi 0,1 M ditambahkan dengan 1 ml HCl dengan konsentrasi 0,1 M, menghasilkan persamaan reaksi sebagai berikut:
     NH4OH + HCl                  NH4Cl + H2O
Setelah diukur dengan menggunakan pH larutan tersebut dengan menggunakan pH meter menunjukkan harga pH sebesar 10 . Hal ini menunjukkan bahwa larutan tersebut bersifat basa. Sifat tersebut juga dibuktikan dengan metode perhitungan dengan menghasilkan harga pH sebesar 9. Jadi, dapat disimpulkan bahwa NH4OH dapat mempertahankan sifat basanya walaupun ditambahkan dengan larutan HCl yang bersifat asam.
Pada percobaan ketiga, diambil larutan buffer yang bersifat basa dari hasil percobaan. Kemudian, dituangkan kedalam dua buah tabung reaksi yang berlainan masing-masing  diberikan 1 ml. Setelah itu, pada salah satu tabung reaksi tersebut di tambahkan 1 ml aquades, kemudian ditambahkan indikator fenolftalein pada kedua tabung reaksi tersebut dan menghasilkan warna yang sedikit berbeda. Pada tabung reaksi yang ditambahkan dengan 1 ml aquades menghasilkan warna ungu terang dan sedangkan pada tabung reaksi yang tidak ditambahkan aquades menghasilkan warna ungu pekat. Pada percobaan ketiga ini menunjukkan bahwa larutan tersebut dapat mempertahankan pH dan sifat basanya walaupun telah ditambahkan dengan sedikit  aquades.

G.      Kesimpulan
1.      Pengukuran menggunakan pH meter dengan perhitungan biasa kadang akan dihasilkan pH yang berbeda karena dipengaruhi oleh adanya kesalahan teknis pada pengaturan pH meter dan juga kesalahan dalam pembacaan nilai pH larutan pada pH meter.
2.      Pada larutan buffer asam pH nya saat diuji menggunakan pH meter adalah 5 dengan perhitungan biasa juga pH nya 5. Sedangkan larutan basa menggunakan pH meter pH nya 10  dan dengan perhitungan biasa 9.
3.      Larutan NH4OH bila diencerkan dengan sedikit aquades warnanya ungu terang dan jika tidak ditambahkan aquades warnanya ungu pekat.





ACARA II
SISTEM KOLOID
A.    Pelaksanaan Praktikum
a.       Tujuan Praktikum              : Untuk mengetahui proses terjadinya koagulasi, 
                                             peptisasi, dan flokulasi.
b.      Tanggal praktikum            : Selasa, 22 Mei 2012
c.       Tempat                              :  Laboratorium Kimia Dasar Lantai III Fakultas
                                             Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
                                             Mataram
B.     Landasan Teori
Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen dimana suatu zat didispersikan kedalam suatu media yang homogen. Ukuran zat yang dapat didispersikan berkisar dari satu nanometer (nm) sampai satu micrometer (µm). Contohnya yaitu sabun, susu, santan, jeli, selai, mentega dan mayonnaise. Sistem koloid terdiri atas dua fase yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi (Michel, 2006 : 16).
Ada beberapa macam koloid yaitu aerosol yaitu suatu sistem koloid jika padat atau cair terdispersi dalam gas, contohnya debu, kabut dan awan. Sol merupakan suatu sistem koloid jika partikel padat terdispersi dalam zat cair. Emulsi merupakan suatu sistem koloid jika partikel cair terdispersi dalam cair. Gel adalah koloid liofil yang setengah kaku. Gel terjadi jika medium pendispersi diabsorbsi oleh partikel koloid sehingga terjadi koloid yang agak padat. Larutan sabun dalam air yang pekat dan panas dapat berupa cairan tapi jika dingin membentuk gel yang kaku. Jika dipanaskan akan cair lagi (Arifin, 2009 : 42).
Koloid memiliki beberapa sifat anatra lain efek tyndall, adalah peristiwa penghamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid. Koagulasi adalah penggumpalan partikel-partikel koloid yang digunakan pada proses industri diantaranya pada pengolahan karet dan bahan mentahnya dengan menambahkan asam asetat, proses penjernihan air dengan tawas (Al(SO2)3). Gerak Brown adalah gerakan partikel-partikel koloid yang zig-zag. Adsorpsi adalah penyerapan ion-ion oleh partikel koloid sehingga partikel koloid menjadi bermuatan. Elektrophoresa adalah polarisasi muatan koloid (Sunardi, 2006 : 34).
Berbagai masalah lingkungan terkait dengan koloid diantaranya adalah asap dan kabut. Asap dan kabut adalah campuran yang rumit yang terdiri atas berbagai gas dan partikel zat cair dan zat padat. Asap mengandung belerang dioksida (SO2) yang dapat bereaksi dengan oksigen dan uap air membentuk asam sulfat yang dapat mengiritasi paru-paru sehingga menghasilkan banyak lender, asam sulfat juga dapat menyebabkan hujan asam. Selain itu asap dan kabut mengandung berbagai jenis gas yang terbentuk dari serentetan reaksi fotokimia (yaitu reaksi kimia yang berlangsung dibawah pengaruh sinar matahari) diantaranya ozon, aldehida, dan peroksiasetil nitrat (PAN = CH3 – COOONO2) (Yazird, 2005: 69).

C.    Alat dan Bahan Praktikum
1.      Bahan Praktikum
a.       Tepung tapioca
b.      Aquades
c.       FeCl3
d.      Tanah halus
e.       NH4OH 3N
f.       Ca(OH)2 0,04
2.      Alat Praktikum
a.       Gelas
b.      Kompor
c.       Pengaduk gelas
d.      Pipet tetes
e.       Tabung reaksi
f.       Gelas ukur
D.    Skema Kerja
1.      Koagulasi
Tepung tapioka
Hasil
Gelas piala II
Gelas piala IV
Gelas piala v
Gelas piala III
Gelas piala I
 










+3 gr tepung           +5 gr tepung         +7 gr tepung         + 8 gr tepung        +11 gr tepung
   Tapioka                tapioka                 tapioka                 tapioka                     tapioka
+30 ml Aquades      + 30 ml Aquades +30 ml Aquades    +30 ml Aquades   +30 ml                                        
                                                                                                            Aquades
  -  dipanaskan         - dipanaskan        - dipanaskan         - dipanaskan                   -dipanaskan
Hasil
Hasil
Hasil
50 ml air dipanaskan
Hasil
Hasil
 






+ FeCl3
+ 5 ml sol
+ 5 ml NaCl
-   Diperiksa dengan menggunakan lampu senter
-   diamati
Hasil
 







2.      Peptisasi dan Flokulasi
Gelas ukur 100 ml
 


+ 5 gr tanah halus
+ 10 ml NH4OH 3 N
+ Aquades
-       diaduk
-       diamati
Hasil
 



+ 10 ml Ca(OH) 0,04 N
-      
Hasil
diamati


E.     Hasil Pengamatan Dan Analisis Data
1.      Hasil Pengamatan
a.      Percobaan I Koagulasi
Berdasakan percobaan yang dilakukan, setelah dipanaskan dan sambil diaduk, tepung dengan berat 11 gram mengental paling cepat dan kekentalannya paling tinggi, larutan tepung dengan berat tepung 7 gram memiliki kekentalan ynag lebih rendah, namun tepung dengan berat 3 gram kekentalannnya paling rendah dengan waktu pengentalan yang paling lama.
b.      Percobaan II Efek Tyndall
Pada campuran air dengan FeCl3 jenuh yang dipanaskan hingga berwarna merah coklat. Selanjutnya didinginkan dan ditambahkan5 ml NaCl M dan warnanya berubah dari warna merah coklat menjadi coklat kekuningan dan pada larutan terjadi efek tyndall, karena adanya partikel-partikel kecil yang menghamburkan cahaya saat disinari/dilewatkan sinar senter.
c.       Percobaan III Peptisasi Dan Flokulasi
Setelah ditambahkan 10 ml NH4OH 3N dan aquades membuat larutan menjadi keruh (peptisasi), kemudian setelah itu ditambahkan 10 ml Ca(OH)2 0,04 N membuat keruh yang tadi menjadi hilang dan terjadi pengendapan dibagian bawah (flokulasi).

2.      Analisis Data
FeCl3(S) + H2O(l)                   Fe(OH)3(aq) + HCl(aq)
Ca(OH)2                                 Ca+  + 2OH-

F.     Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan percobaan mengenai koloid. Dimana menggunakan tiga medium yang berbeda untuk membuktikan sistem koloid. Pada percobaan pertama menggunakan tepung tapioka yang memiliki berat yang berbeda, yaitu 3,7 gram,dan 11 gram yang di tuangkan pada tabung reaksi yang berbeda. Pada saat dilarutkan dengan aquades, masing-masing sampel menunjukkan hal yang sama, yaitu tepung sebagian larut dan sebagian mengendap. Namun, setelah masing-masing sampel dipanaskan, terlihat perbedaan kekentalan pada gelas ukur yang terisi sol padat (tepung tapioka) yang terbentuk setelah proses pemanasan yaitu pada larutan tepung tapioka 11 gram, dikuti oleh laarutan tepung tapioka dengan berat 7 gram dan yang paling sulit mengental adalah larutan tepung tapioka dengan berat 3 gram. Terjadinya perbedaan kekentalan sol padat ini dikarenakan massa dari tepung tapioka. Massa tepung tapioka berbanding lurus dengan kekentalan yang dihasilkan.
Pada percobaan yang lainnya, berdasarkan hasil pengamatan,larutan tersebut disinari dengan menggunakan lampu senter. Dari hasil pencahayaan tersebut, membuktikan bahwa terjadi sistem koloid pada larutan tersebut berupa efek tyndall. Karena partikel-partikelnya cukup besar untuk menghamburkan cahaya karena partikel-partikelnya berukuran antara 1-100 nm. Sehingga cahaya laser dapat dihamburkan. Efek tyndal sendiri merupakan salah satu sifat dari koloid karena koloid mempunyai partikel-partikel yang cukup besar untuk menghamburkan cahaya yakni 1-100 nm.
Pada percobaan terakhir, berdasarkan hasil pengamatan, hasil yang didapat sesuai dengan teori yang ada. Cara peptisasi adalah pembuatan koloid / sistem koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan / proses pendispersi endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemecah tersebut dapat berupa elektrolit khususnya yang mengandung ion sejenis ataupun pelarut tertentu.
Contoh:
Ø  Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
Ø  Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH) 3 oleh AlCl3.
Ø  Sol Fe(OH) 3 diperoleh dengan mengaduk endapan Fe(OH) 33 yang baru terbentuk dengan sedikit FeCl3. Sol Fe(OH) 3 kemudian dikelilingi Fe+3 sehingga bermuatan positif.
Ø  Beberapa zat mudah terdispersi dalam pelarut tertentu dan membnetuk sistem kolid. Contohnya; gelatin dalam air. 
Kemudian setelah ditambahkan Ca(OH)2 larutan tanah tadi kembali mengendap( flokulasi), dimana flokulasi adalah suatu proses aglomerasi ( penggumpalan ) partikel-partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan dapat dipisahkan oleh proses sedimentasi dan filtrasi. Dengan kata lain proses flokulasi adalah adalah proses pertumbuhan flok (partikel terdestablisasi atau mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar ( makroflok ).. Tujuan utama flokulasi adalah membawa partikel ke dalam hubungan sehingga partikel-partikel tersebut saling bertabrakan, kemudian melekat, dan tumbuh mejadi ukuran yang siap turun mengendap.

G.    Kesimpulan
1.      Semakin banyak massa tepung tapioka  yang ditambahkan maka semakin kental gel yang dihasilkan dan sebaliknya semakin sedikit massanya maka gel yang dihasilkan kurang kental.
2.      peristiwa koagulasi tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi berupa muatan dan perbedaan muatan koloid saja melainkan dipengaruhi oleh jenis ion.
3.      koloid memiliki sifat koligatif yang lebih kecil dibandingkan dengan larutan sejati.
4.      Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi ( penggumpalan ) partikel-partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan dapat dipisahkan oleh proses sedimentasi dan filtrasi.




5.       
ACARA III
REAKSI ALKOHOL DAN FENOL
A.    Pelaksanaan Praktikum
1.                  Tujuan praktikum        : Untuk mengetahui dan memahami
                                                   perbedaan antara sifat alkohol dan fenol serta jenis-
                                                   jenis reaksi dan reagen yang membedakan antara
                                                   senyawa alkohol dan fenol 
2.                  Tanggal praktikum      : Jumat, 31 Mei 2013
3.                  Tempat                        : Laboratorium Kimia Dasar Lantai III Fakultas MIPA
                                                  Universitas Mataram
B.     Landasan teori
Gugus fungsi adalah suatu atom atau kumpulan atom yang terikat bersama dengan suatu cara tertentu sebagai bagian dari suatu molekul, dan kemudian mempengaruhi karakteristik sifat fisik dan kimia molekul secara keseluruhan. Kelompok gugus fungsi yang akan dipelajari pada percobaan ini adalah gugus fungsi hidroksi (atau hidroksil), -OH. Alkohol dan fenol memiliki kemiripan dalam beberapa hal, tetapi terdapat perbedaan yang cukup mendasar sehingga kedua kelompok senyawa ini dianggap sebagai kelompok gugus fungsi yang berbeda. Salah satu perbedaan utama adalah bahwa fenol bersifat jutaan kali lebih asam daripada alkohol (Brady, 1995 : 203).
Alkohol merupakan senyawa yang penting dalam kehidupan sehari-hari karena dapat digunakan sebagai zat pembunuh kuman, bahan bakar maupun pelarut. Dalam laboratorium dan industri alkohol digunakan sebagai pelarut dan reagensia. Alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antara molekul-molekulnya maupun dengan air. Hal ini dapat mengakibatkan titik didih maupun kelarutan alkohol dalam air cukup tinggi. Selain dipengaruhi oleh ikatan hidrogen, kelarutan alkohol juga dipengaruhi oleh panjang pendeknya gugus alkil, banyaknya cabang dan banyaknya gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon. Seperti air, alkohol adalah asam atau basa sangat lemah. Pada larutan encer dalam air, alkohol mempunyai pKa yang kira-kira sama dengan pKa air. Namun dalam keadaan murni keasaman alkohol jauh lebih lemah daripada air. Hal ini disebabkan karena alkohol mempunyai tetapan elektrik yang rendah. Fenol merupakan asam yang jauh lebih kuat daripada alkohol. Hal ini disebabkan karena anion yang dihasilkan oleh resonansi, dengan muatan negatif yang disebar (delokalisasi) oleh cincin aromatik (Riswiyanto, 2009 : 312) .
Alkohol dapat bereaksi dengan logam alkali (natrim dan kalium) menghasilkan alkoksida. Reaksi yang terjadi adalah reaksi redoks. Makin besar gugus alkali (R-), makin berkurang kareaktifannya.Penamaan alkohol dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : nama trivial diberi nama alkil-alkohol (alkohol sebagai nama pokok dan rantai karbonnya sebagai gugus). Cara kedua berdasarkan nama sistematik, nama sistematik diberi akhiran “ol” digunakan dimana gugus –OH terikat dengan posisi –OH diberi nomor terkecil dari ujung rantai karbon dia terikat. Sistem tatanama, selain yang disebutkan diatas ialah dengan menganggap bahwa semua nama alkohol adalah merupakan turunan dari metanol yang disebut karbinol (Riawan, 1990 : 78) .
Berdasarkan peredaan letak terikatna gugus –OH pada atom C. Alkohol dibedakan menjadi tiga, yaitu alkohol primer, alkohol sekunder dan alkohol tersier. Alkohol primer yaitu jika gugus –OH terikat pada atom C primer (atom C yang mengikat 1 atom C yang lain secara langsung). Alkohol sekunder yaitu jika gugus –OH terikat pada atom C sekunder (atom C yang mengikat secara langsung dua atom C yang lain). Alkohol tersier yaitu jika gugus –OH terikat pada atom C tersier (atom C yang engikat secara langsung tia buah atom C yang lain. Secara fisik akan sulit membedakan antara alkohol primer, sekunder dan tersier. Karena bau dan warna ketiganya dapat dikatakan sama. ( Ghalib, 2010 : 90).
Alkohol adalah isomer fungsional yaitu mempunyai rumus molekul sama tetapi gugus fungsionalnya berbeda. Untuk alkohol ada juga yang bersifat optis aktif yaitu dapat memutar bidang polarisasi cahaya  yaitu alkohol yang mempunyai atom karbon asimetris (C khiral) yaitu keempat gugus yang terikat berbeda satu sama lain (Marham Sitorus : 2010 : 48).
Alkohol merupakan senyawa yang penting dalam kehidupan sehari-hari karena dapat digunakan sebagai zat pembunuh kuman, bahan bakar maupun pelarut. Dalam laboratorium dan industri alkohol digunakan sebagai pelarut dan reagensia. Alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antara molekul-molekulnya maupun dengan air. Hal ini dapat mengakibatkan titik didih maupun kelarutan alkohol dalam air cukup tinggi. Selain dipengaruhi oleh ikatan hidrogen, kelarutan alkohol juga dipengaruhi oleh panjang pendeknya gugus alkil, banyaknya cabang dan banyaknya gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon. Seperti air, alkohol adalah asam atau basa sangat lemah. Pada larutan encer dalam air, alkohol mempunyai pKa yang kira-kira sama dengan pKa air. Namun dalam keadaan murni keasaman alkohol jauh lebih lemah daripada air. Hal ini disebabkan karena alkohol mempunyai tetapan elektrik yang rendah (Suminar : 1990 : 115).
Sifat-sifat fisika dari alkohol :
·           Titik didih alkohol lebih tinggi dibanding dengan titik didih alkana yang mempunyai atom C yang sama. Hal ini karena dalam keadaan cair molekul-molekul alkohol terasosiasi dan biasanya membentuk jembatan.
·           Makin banyak atom C, makin tinggi titik didihnya.
·           Alkohol BD nya lebih tinggi daripada alkana, tetapi lebih rendah daripada air (Marappung : 2002 : 34).
Fenol merupakan asam yang lebih kuat dari pada alkohol atau air. Fenol dengan pKa=10 dengan kekuatan asam kira-kira ditengah antara etanol dan asam asetat. Ion fenoksida merupakan basa yang lebih lemah dibandingkan OH. Oleh karena itu, fenoksida dapat diolah dengan suatu fenol dan NaOH dalam air. Reaktifitas ini sangat berbeda dengan reaktifitas alkohol. Fenol bersifat lebih asam dibandingkan alkohol karena anion yang dihasilkan oleh resonansi, dengan muatan negatifnya disebar (delokalisasi) oleh cincin aromatic (Fessenden R.J : 1986 : 67)
Fenol mempunyai gugus yang seperti alkohol akan tetapi gugus fungsinya melekat langsung pada cincin aromatik. Tata namanya biasa dipergunakan nama yang lazim dengan akhiran –Ol.
            Fenol mempunyai sifat-sifat yaitu :
-          Mempunyai sifat asam. Atom H dapat diganti tak hanya dengan logam (seperti alkohol) tetapi juga dengan basa, terjadi fenolat.Sifat asam dari fenol-fenol lemah dan fenolat ini dapat diuraikan dengan asam karbonat.
-          Mudah dioksidasi, juga oleh O2 udara dan memberikan zat-zat warna, mereduksi larutan fehling dan Ag- beramoniak.
-          Memberi reaksi-reaksi berwarna dengan FeCl3.
-          Mempunyai sifat antiseptik, beracun, mengikis, Ka = 1 x 10-10 (Riawan, 1990 : 83) .
Uji lucas digunakan untuk membedakan alkohol – alkohol primer, sekunder, dan tersier yang dapat larut dalam air. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam klorida pekat dan seng klorida. Seng klorida adalah suatu asam lewis, yang ketika ditambahkan dalam asam klorida akan membuat larutan menjadi lebih asam. Alkohol tersier yang larut dalam air akan bereaksi denga cepat dengan reagen lucas membentuk alkil klorida yang tak larut dalam larutan berair. Adapun pada alkohol tersier terindikasikan dengan adanya pembentukan fase cair kedua yang terpisah dari larutan semula di dalam tabung reaksi dengan segera setelah alkohol bereaksi. Alkohol sekunder berjalan lambat dan setelah pemanasan akan terbentuk fasa cair lapisan kedua biasanya setelah 10 menit. Alkohol primer dan metanol tidak dapat bereaksi pada kondisi ini. Pada alkohol tersier, atom klor biasanya terikat pada atom karbon yang sebelumnya mengikat gugus –OH. Pada alkohol sekunder, seringkali atom klor ini terikat pada atom karbon yang mengikat gugus hidroksi. Namun penataan ulang dapat saja terjadi yang mengakibatkan terikatnya atom klor tidak terjadi pada atom karbon yang sebelumnya mengikat –OH. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
1.                        Reaksi secara umum + reagen Lucas
2.                        alkohol primer + reagen Lukas
3.                        alkohol sekunder + reagen Lukas
4.                        alkohol tersier + reagen Lukas
Penambahan besi(III) klorida yang terlarut dalam kloroform (triklorometana) ke dalam suatu larutan fenol dalam kloroform, menghasilkan suatu larutan berwarna ketika ditambahkan piridin. Berdasarkan struktur fenol, warna produk yang dihasilkan dapat bervariasi mulai dari merah sampai ungu. Adapun alkohol tidak menghasilkan warna apapun pada uji ini (Asyar: 2010 : 2)

C.    Alat dan Bahan Praktikum
1.        Alat
a.       stabung reaksi
b.      pipet ukur
c.       pipet tetes
2.      Bahan
a.       n-butanol
b.      2-butanol
c.       Fenol
d.      Sikloheksanol
e.       Tersier butanol
f.       Reagen lucas
g.      Reagen BW
h.      2-naphtol



D.    Skema Kerja
1.      Reaksi Fenol dengan Besi (III) klorida
Tabung reaksi I
 


+ Fenol
+ 5 tetes FeCl3
-   Aduk
-  
Hasil
amati



Tabung reaksi II


+  n- Butanol
+ 5 tetes FeCl3
-   Aduk
-  
Hasil
amati

Tabung reaksi III


+ 2- Butanol
+ 5 tetes FeCl3
-   Aduk
-   amati
Hasil
2.      Reaksi Lucas
Tabung reaksi I
 


+ 2 ml Reagen lucas
+ 5 tetes 1-Butanol
-  Aduk
-  Amati
Hasil
 


Tabung reaksi II


  + 2 ml Reagen lucas
+ 5 tetes 1-Butanol
-  Aduk
-  Amati
Hasil
Tabung reaksi III


  + 2 ml Reagen lucas
+ 5 tetes 1-Butanol
-  Aduk
-  Amati
Hasil
Tabung reaksi IV


  + 2 ml Reagen lucas
+ 5 tetes 1-Butanol
-  Aduk
-  Amati
Hasil

3.      Reaksi Bordwell - Wellman (BW)
Tabung reaksi I
 


+ 1 ml Aseton
+ 5 tetes 1- Butanol
+ 2 tetes pereaksi (BW)
-  Aduk
- 
Hasil
Amati

Tabung reaksi II


+ 1 ml Aseton
+ 5 tetes 2- Butanol
+ 2 tetes pereaksi (BW)
-  Aduk
-  Amati
Hasil
Tabung reaksi III


+ 1 ml Aseton
+ 5 tetes T- Butanol
+ 2 tetes pereaksi (BW)
-  Aduk
- 
Hasil
Amati


4.      Reaksi Alkali
Tabung reaksi I
 


+ 0,5 n- Butanol
+ 5 ml NaOH 10%
-  Aduk
-  Amati 

Hasil
 


Tabung reaksi II

+ 0,5 Sikloheksanol
+ 5 ml NaOH 10%
-  Aduk
-  Amati 
Hasil
Tabung reaksi III

+ 0,5 Fenol
+ 5 ml NaOH 10%
-  Aduk
-  Amati 

Hasil
Hasil
Tabung reaksi IV

+ 0,5 2- Naftol
+ 5 ml NaOH     10%
-  Aduk
-  Amati 





E.     Hasil Pengamatan dan Analisis Data
1.      Hasil pengamatan
a.       Reaksi fenol dengan besi (III) klorida
Bahan
FeCl3
Perubahan Warna / Bau
Sebelum Reaksi
Sesudah Reaksi
fenol
5 tetes
Coklat/ bau betadin
Ungu kehitaman/ bau betadin
n-butanol
5 tetes
Bening/bau menyengat
Coklat kekuningan/bau meyengat
2-butanol
5 tetes
Bening/ bau sangat menyengat
Coklat muda/bau menyengat

b.      Reaksi lucas
Tabung
Reagen lucas
Jenis alcohol
Perubahan warna/bau
Sebelum reaksi
Sesudah reaksi
1
10 tetes
5 tetes 1 butanol
Bening/bau sedikit menyengat
Bening/bau menyengat
2
10 tetes
5 tetes 2 butanol
Bening/ bau sedikit menyengat
Bening/ bau sangat menyengat
3
10 tetes
5 tetes sikloheksanol
Bening/ bau sedikit menyengat
Bening/ bau sangat mnyengat
4
10 tetes
5 tetes T-butanol
Bening/ bau sedikit menyengat
Bening/tidak menimbulkan bau




c.       Reaksi Bordwell-Wellman (BW)
Tabung
Aseton
Jenis alcohol
Preaksi (BW)
Perubahan warna/bau
Sebelum reaksi
Sesudah reaksi
1
10 tetes
5 tetes 1 butanol
2 tetes
Bening/bau menyengat
Putih keruh/bau menyengat
2
10 tetes
5 tetes 2 butanol
2 tetes
Bening/bau menyengat
Coklat kekuningan/bau menyengat
3
10 tetes
5 tetes T-butanol
2 tetes
Bening/bau menyengat
Coklat kekuningan/bau menyengat

d.      Reaksi dengan alkali
Bahan
5 mL NaOH
Perubahan warna / bau
Sebelum reaksi
Sesudah reaksi
n-butanol
50 tetes
Bening/bau menyengat
bening/bau menyengat
Sikloheksanol
50 tetes
Bening/bau menyengat
Bening/bau menyengat
Fenol
50 tetes
Merah/bau menyengat
Hitam/bau menyengat
2-naftol
50 tetes
Merah/bau menyengat
Bening/bau sangat menyengat

2.      Analisis Data
a.      Reaksi fenol dengan besi (III) klorida
v 
OH
+ FeCl3
OH
FeCl2
+ HCl
Fenol + FeCl3






v  n-Butanol + FeCl3
CH3 – CH2 – CH2 – CH – CH3OH + FeCl3          tidak terjadi reaksi karena n-Butanol bersifat asam dan asamnya lebih rendah dibanding klorida.
v  2-butanol + FeCl3
CH3 – CH2 – CH – CH3 + FeCl3         tidak bereaksi   karena 2-Butanol bersifat asam dan asamnya
                        |                       lebih rendah dibanding asam klorida
                     OH

b.      Reaksi lucas
v 
ZnCl2
Butanol + reagen lucas
CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – OH   + HCl           CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – Cl   + H2O
                                                                                        (kloro butana)
v  2-butanol + reagen lucas
Cl
ZnCl2
|
CH3 – CH2 – CH – CH3 + HCl           CH3 – CH2 – CH – CH3  + H2O
                                               (2-kloro butana)
v   Sikloheksanal + reagen lucas
+ HCl
ZnCl2
+ H2O
 




(kloro benzena / fenil benzena)
v  T – butanol + reagen lucas
         CH3                                             CH3
ZnCl2
            |                                                   |
CH3 – C – OH   + HCl                CH3 – C – Cl    + H2O
            |                                                   |
         CH3                                             CH3
(2-kloro, 2-metil-propena)







        


c.       Reaksi dengan alkali
v  n-butanol + NaOH
CH3–CH2–CH2–CH2–OH  +  NaOH           CH3–CH2–CH2–CH2–O–Na  + H2O
v 
OH
+ NaOH
O–Na
+ H2O
sikloheksanol + NaOH



v 
OH
+ NaOH
O–Na
+ H2O
 fenol + NaOH



v  d. 2 naftol + NaOH
+ NaOH
+ H2O
2 – naftaloat 
 




F.   Pembahasan
Dalam uji FeCl3, prinsip percobaannya adalah fokus dalam senyawa aromatik. Apabila terdapat gugus aromatik dalam larutan yang diuji, maka larutan tersebut akan bereaksi.
Pada percobaan dilakukan percobaan guna untuk mengetahui sifat alkohol dan fenol. Pada percobaan pertama, menggunakan fenol, n-butanol, dan 2-butanol yang ditetesi FeCl3. Warna fenol menjadi ungu kehitaman dan berbau seperti betadin. Selanjutnya n-Butanol direaksikan dengan FeCl3, reaksi ini tidak dapat terjadi (tidak bereaksi) dikarenakan asam dari n-butanol lebih rendah dari asam klorida. Namun wujud dari campuran ini memiliki bau menyengat dan warna setelah dicampur menjadi coklat kekuningan. Sementara hasil reaksi antara 2-butanol dengan FeCl3 adalah warnanya berubah dari bening menjadi coklat muda dengan bau yang menjadi tidak terlalu menyengat.
Pada percobaan lainnya yang mereaksikan antara n-butanol, 2-butanol, sikloheksanol, dan T butanol dengan Reagen lucas, dengan persamaan reaksi n-butanol dan Reagen Lucas sebagai berikut:

  CH3 – CH2 – CH2– CH2 – OH + HCl  ZnCL2     CH3 ­­- CH2 -CH2 ­­­­­­­-CH2 – Cl + H2O

Sebelum reaksi campuran tersebut berwarna bening dan bau sedikit menyengat namun setelah reaksi tidak terjadi perubahan warna pada hasil reaksi dan baunya menjadi menyengat, yang menghasilkan kloro butana dan H2O. Pada reaksi kedua menggunakan 2-butanol dan Reagen Lucas ( campuran asam klorida pekat CHCl) dan sengklorida (ZnCl2)yang menghasilkan reaksi sebagai berikut :

CH3 – CH2 – CH – CH3 + HCl  ZnCL2     CH3 – CH2 – CH – CH3 + H2O
          OH                                                               Cl
Sifat reaksi yang di hasilkan tidak jauh beda dengan n-butanol namun setelah reaksi bau pada campuran lebih menyengat dan warnanya tetap seperti sebelum reaksi yaitu bening dan menghasilkan senyawa 2 kloro butana da H2O dalam wujud cairan.
Pada reaksi berikutnya mengunakan sikloheksanol yang reaksikan dengan Reagen Lucas sebelum reaksi. Warna reaksi adalah bening setelah reaksi warna tetap dan memiliki bau yang lebih menyengat dari bau awal, pada reaksi ini terdapat kesamaan dengan sifat reagen lucas apabila di reaksikan dengan alkohol sekunder reaksi berwarna bening. Hal ini berbeda dengan teori yang megatakan bahwa uji Lucas dalam alkohol adalah tes untuk membedakan antara alkohol primer, sekunder dan tersier . Hal ini didasarkan pada perbedaan reaktivitas dari tiga kelas alkohol dengan hidrogen halida . Ketika reagen Lucas (ZnCl 2 di terkonsentrasi HCl larutan) ditambahkan ke alkohol , H+ dari HCl akan bergabung dengan -OH kelompok alkohol, menjadi H2O, menjadi jauh lebih lemah nukleofil daripada OH -, dan diganti oleh nukleofil Cl-. Reagen Lucas menawarkan media kutub di mana mekanisme SN 1 lebih disukai. Dalam substitusi nukleofilik unimolecular, laju reaksi lebih cepat ketika karbokation intermediet lebih stabil dengan jumlah yang lebih besar dari elektron yang menyumbangkan kelompok alkilnya (R-) terikat pada atom karbon bermuatan positif,  mungkin dalam melakukan percobaan, praktikan melakukan kesalahan seperti menggunakan pipet tetes secara berulang-ulang pada larutan-larutan berbeda yang akan diuji sehingga hasilnya tidak sesuai dengan teori.
Pada reaksi dengan alkohol tersier terindikasi adanya pembentukan fasa cair, kedua segera setelah alkohol bereaksi dan menghasilkan reaksi berwarna bening dan baunya hilang. Pada reaksi antara reagen BW dengan alkohol primer (n-butanol) dihasilkan reaksi yang berwarna putih keruh dan terdapat endapan yang sebelum reaksi larutan berwarna bening dan tidak terdapat endapan. Reaksi antara reagen BW dengan alkohol skunder (2-butanol) menghasilkan reaksi berwarna coklat kekuningan danbau menyengat. Hal tersebut juga terjadi pada alkohol tersier yaitu t-butanol yang menghasilkan warna coklat kekuningan dan bau menyengat pula.
Pada percobaan ke empat yaitu reaksi dengan alkali, dimana pada percobaan ini menggunakan basa alkali yaitu NaOH. Reaksi pertama menggunakan n-butanol yang menghasilkan reaksi sebagai berikut:
CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – OH + NaOH              CH3 ­­- CH2 -CH2 ­­­­­­­-CH- O – Na + H2O
(larutan berwarna putih jernih). Reaksi ini menghasilkan natrium botanol yang berwarna merah muda. Berdasarkan hasil pengamatan n-butanol yang datambahkan NaOH menghasilkan warna bening dan bau menyengat, dimana hasil ini juga sama dengan hasil reaksi sikloheksanol. Sementara untuk hasil reaksi fenol warnanya berubah menjadi hitam dengan bau yang menyengat juga, untuk yang 2-naftol setelah dicampur NaOH warnanya tetap bening, namun dengan bau yang sangat menyengat.
                        Dalam percobaan kali ini, ada beberapa data yang tidak sesuai dengan literatur. Hal lain yang menyebabkan perbedaan hasil uji percobaan dikarenakan pelarut dan pereaksi yang sudah terlalu lama dibuat sehingga kemungkinan tidak bereaksi sesuai data seharusnya. Banyak pereaksi yang sudah berubah menjadi produk lain saat berada di botol, sehingga hasil pengujian tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Ataupun temperatur ruangan yang tidak sesuai dengan standar yang menyebabkan reaksi berjalan tidak seperti yang ada dalam literatur sehingga menyebabkan reaksi tidak berjalan sesuai yang diharapkan.


G. Kesimpulan
1.    Alkohol dan Fenol larut dalam air karena gugus hidroksi pada alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air.
2.    Reagen lucas digunakan untuk membedakan Alkohol primer dan sekunder dimana reagen lucas hanya memberikan reaksi pada alkohol sekunder dan Fenol.
3.    Asam kromat dapat menyebabkan alkohol primer teroksidasi menjadi asam karboksilat.


4.       
ACARA IV
PEMISAHAN
A.  Pelaksanaan Praktikum
1.    Tujuan Praktikum   : Mempelajari pemisahan senyawa pemisahan dengan metode
                                      destilasi uap
2.    Tanggal praktikum : Jumat, 31 Mei 2013
3.    Tempat                   : Laboratorium Kimia Lantai III Fakultas Matematika dan
                                                     Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram
B.  Landasan Teori
Kebanyakan materi yang terdapat dibumi tidak murni, tetapi berupa campuran dari komponen. Contohnya tanah terdiri dari berbagai senyawa, dan unsur, baik dalam wujud padat, cair, ataupun gas.Untuk memperoleh zat murni kita harus memisahkan dari campurannya. Campuran dapat dipisahkan dari peristiwa kimia ataupun fisika.  Cara pemisahan campuran tergantung pada jenis wujud dan sifat komponen yang terkandung didalamnya (Sastrohamidjojo, 2002 : 90).
Pemisahan suatu komponen dari campuran atau larutan dilakukan dengan membuat fase baru untuk merlakukan hal ini diperlukan penambahan suatu zat pemisah.Apabila energy misalnya panas adalah yang ditambahkan untuk menetapkan fase Born.Berarti dalam fase tersebut energi berperan sebagai zat pemisah. Pemindahan komponen dari fase semula menuju fase Born melalui mekanisme transfer massa dan berlangsung juga melalui proses difusi atau proses operasi difusional. Pemisahan difusional beserta sifat fisis yang mendasarinya destilasi, sublimasi, dan eraperasi melibatkan komponen-komponen dari suatu campuran atas dasar-dasar tekanan uap (Purworo, 2005 :78).
Destilasi uap digunakan pada campuran senyawa-snyawa yang memiliki titik didih yang mencapai 2000C atau lebih. Destilasi uap dapat menguapkan senyawa-senyawa dengan suhu mendekati 2000C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang fundamental dari destilasi uap adalah dapat mendestilasikan campuran senyawa dibawah titik didih dari masing-masing senyawa campurannya. Selain destilasi uap dapat digunakan untuk campuran yang tidak larut dalam air. Aplikasi dari destilasi uap adalah untuk mengekstrak beberapa produk alam seperti minyak atsiri (Nanan, 2003 : 165).

C.    Alat dan Bahan
1.    Bahan
a.       Tumbuhan sebagai sampel (bunga kenanga)
b.      Aquades
2.    Alat
a.       Satu set alat destilasi uap
b.      Gelas ukur
c.       Erlenmeyer
d.      Labu destilasi
e.       Heating Mantle
f.       Termometer
g.      Kondensor

D.    Skema Kerja
Ketel
 

+ bahan sampel (dipotong-potong dan di timbang ± 100 gram)
+ air
+ uap
-       Di destilasi ± 2 jam
Hasil
 




Air
Minyak atsiri
Corong pemisah








-     Volume diukur                            - volume
Hasil
Hasil
                                                         diukur                                  







E.     Hasil Pengamatan Dan Alisis Data
1.      Hasil Pengamatan
No
Jenis Sampel
Berat Sempel (gr)
1
Bunga kenanga
18,35
2
Berat botol
5,19
3
Berat minyak
0,05

a.      Suhu uap kurang lebih 1000C
b.      Destilasi menghasilkan larutan dua fase, yaitu fase minyak dan air
c.      Uap yang dihasilkan setelah destilasi  cukup banyak
d.     Warna bunga sebelum destilasi hijau daun yang segar
e.      Setelah destilasi warnanya coklat tua
Yang terbentuk setelah destilasi:
a.      Warna larutan agak keruh
b.      Memiliki aroma yang menyengat

2.      Analisis Data
Menghitung rendemen :
Rendemen =  × 100 %

                   =  × 100 %
                   = 0,27 %
Menghitung massa jenis minyak :
 Dik :  15 tetes minyak  = 1 ml
            Volume minyak = 1 tetes minyak = 0,067 ml
            Jawab :
            Massa jenis minyak =
                                             =
                                              = 0,74 gr/ml


F.     Pembahasan

Destilasi adalah suatu proses pemurnian yang didahului dengan penguapan senyawa cair dengan cara memanaskannya, kemudian mengembunkan uap yang terbentuk. Destilasi merupakan suatu proses pemisahan dua atau lebih komponen zat cair berdasarkan pada titik didih. Secara sederhana destisi dilakukan dengan memanaskan/menguapkan zat cair lalu uap tersebut didinginkan kembali supaya jadi cair dengan bantuan kondensor.
Prinsip dasar dari destilasi adalah perbedaan titik didih dari zat-zat cair dalam campuran zat cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki titik didih terendah akan menguap lebih dahulu, kemudian apabila didinginkan akan mengembun dan menetes sebagai zat murni (destilat). Destilasi digunakan untuk memurnikan zat cair, yang didasarkan atas perbedaan titik didih cairan. Pada proses ini cairan berubah menjadi uap. Uap ini adalah zat murni. Kemudian uap ini didinginkan pada pendinginan ini, uap mengembun manjadi cairan murni yang disebut destilat.
Biasanya destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan zat cair yang titik didih nya rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat atau miniyak. Proses ini dilakukan dengan mengalirkan uap zat cair tersebut melalui kondensor lalu hasilnya ditampung dalam suatu wadah, namun hasilnya tidak benar-benar murni atau bias dikatakan tidak murni karena hanya bersifat memisahkan zat cair yang titik didih rendah atau zat cair dengan zat padat atau minyak.
Pada percobaan ini, dilakukan proses destilasi menggunakan alat destilasi sederhana dengan mengekstraksi bunga kenanga yang merupakan salah satu penghasil minyak atsiri. Pada tanaman minyak atsiri terdapat pada kelenjar minyak. Seperti yang kita ketahui, minyak atsiri keluar dari proses hidrodifusi. Untuk mempercepat proses difusi, sebelum penyulingan (pemisahan zat/destilasi) bahan dibentuk sekecil mungkin agar bahan tidak terlalu lebat sehingga memperlambat proses destilasi dan juga agar bahan lebih muda ditembus oleh uap.
Pada prinsip kerjanya, destilasi ditujukan untuk menguapkan cairan dan pengembunan kembali uap tersebut sehingga atsiri yang terkandung pada bahan dapat dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan, faktor suhu merupakan salah satu faktor dalam proses destilasi. Pada dasarnya senyawa penyusun munyak atsiri tidak stabil atau peka terhadap suhu, itu sebabnya untuk memperoleh kualitas minyak yang paling baik dibutuhkan suhu yang rendah dengan jangka waktu relatif lama atau dengan suhu tinggi dengan waktu relatif singkat.
Perubahan warna pada daun setelah destilasi menunjukkan bahwa uap yang dihasilkan oleh pemanasan mendorong kandungan kelenjar minyak atsiri pada bunga kenanga sehingga bunga nampak menjadi layu dan pucat karena komponen-komponen yang terkandung dalam bunga dikeluarkan oleh uap dan layu karena suhu yang tinggi.
Berdasarkan analisis data, rendeman yang dihasilkan adalah 0,27%, dengan massa jenis minyak sebesar 0,74 g/ml. Hasil yang didapat sangat sedikit karena sampel yang digunakan pun sangat sedikit juga, karena yang dilakukan destilasi skala lab yang bertujuan untuk memahami pemisahan senyawa dengan destilasi uap. Beda halnya dengan skala industri yang menggunakan bahan baku yang banyak dan alat destilasi yang berkapasitas besar dan canggih sehingga hasil yang didapat pun menjadi banyak juga.

G.    Kesimpulan
1.      Destilasi adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau teknik pemisahan kimia yang berdasarkan titik didih.
2.      Dengan sampel bahan yang sedikit, hasil yang diperoleh dari proses destilasi juga sedikit.
3.      Rendemen yang dihasilkan 0,27% dan massa jenis minyak 0,74 gr/ml.



DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Haskia. 2001. Kimia Larutan. PT. Citra Aditya Bakti : Bandung
Adom. 2009. Larutan Penyangga (Buffer). http://andykimia03 .wordpress.com /2009/ 11/30/larutan-penyangga-buffer/ diakses pada hari jumat tanggal  14 juni 2013 pukul 16.25.
Asyar. 2010. Alkohol dan Fenol Uji Reaksi Kimia. http://asyharstf08. wordpress.com /2010 / 02/26/alkohol-dan-fenol-uji-reaksi-kimia/. Diakses pada hari jumat tanggal 14 juni2013, pukul 12.34.
Brady, James E. 1995. Kimia Universitas Asas dan Struktur Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
Farx. 2011. Artikel Teknik Kimia. http://artikelteknikkimia.blogspot.com/2011/12/larutan-buffer-larutan-penyangga.html. diakses pada hari jumat tanggal 14 juni 2013, pukul 16.26.
Fessenden, Ralp J dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Ghalib, Achmad Kholish. 2010. Buku Pintar Kimia. Jakarta: Powerbooks.
H.AH AL-Arifin, 2009. Paket Sukses SNMPTN. Yogyakarta : Graham Primagama
Michel, Purba. 2006. Cerdik Kimia. Yogyakarta : Gama Exacta
     Nanan Nurdjanah, 2003.Proses Penyulingan Dalam Upaya Memperoleh Mutu dan Efisiensi. ITB : Bandung
Petrucci, Ralp H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan modern Edisi Keempat Jilid 3. Terjemahan Suminar. Jakarta: Erlangga.
Purworo, dkk. 2005. Kimia Untuk Universitas Jilid I. Erlangga: Jakarta
Riawan, S. 1990. Kimia Organik. Jakarta : Binarupa Aksara.
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Sastrohamidjojo, H., 2002. Kimia Minyak Atsiri. FMIPA UGM : Yogyakarta
Sunardi, 2006. Bank Soal Kimia Umum. M2S Bandung : Bandung

Yazird, Estien. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Jogja: ANDI.